Subhanallazi Asro bi'abdihi laylam minal masjidil harom mi ilal
masjidil aqshollazi barokna haw lahu linuriyahu min ayatina innahu huwassami'ul
basyir
"Maha Suci
Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram
ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya untuk Kami
perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. 17:1)
Pada ayat suci
ini terdapat beberapa istilah yang harus dipahami dengan sesungguhnya, tidak
mungkin diartikan sambil lalu saja. Istilah-istilah itu ialah :
Maha Suci Allah :
Dalam menyampaikan berita terjadinya
peristiwa Mi'raj ini, Allah memulainya dengan kata-kata "Subhana" (Maha suci)
... kata-kata "Subhana" ini akan memberikan pengertian dalam hati seseorang
bahwa disana ada kekuatan yang jauh dari segala macam perbandingan, kekuatan
yang jauh melampaui segala kekuatan manusia dimuka bumi.
Maka makna
kata "Subhanallah" ialah bahwa Allah itu Maha Suci DzatNya, SifatNya dan
PerbuatanNya dari segala kesamaan. Kalu ada suatu macam perbuatan atau peristiwa
yang disitu Allah mengatakan bahwa "Peristiwa itu Dia melakukan" maka
kita harus mensucikan Dia dari segala undang-undang dan ketentuan yang berlaku
untuk manusia, dan kita tidak boleh mengukur perbuatan Allah itu dengan
perbuatan kita. Oleh karena itulah maka surat ini dimulaiNya dengan kata-kata
"Subhana" (Maha Suci) sehingga akan timbul kesan didalam hati manusia bahwa
peristiwa itu benar-benar peristiwa ajaib dan diluar jangkauan akal dan
kemampuan manusia.
"Subhana"
berarti juga "tanzih" (mensucikan).
Apabila Allah mengatakan "Subhana" berarti mensucikan perbuatan-Ku dari perbuatan-mu wahai makhluk.
Maknanya bahwa undang-undang atau ketentuan yang berlaku bagi "Perbuatan" Allah tidak sama dengan ketentuan yang berlaku bagi "Perbuatan" makhluk-makhlukNya.
Apabila Allah mengatakan "Subhana" berarti mensucikan perbuatan-Ku dari perbuatan-mu wahai makhluk.
Maknanya bahwa undang-undang atau ketentuan yang berlaku bagi "Perbuatan" Allah tidak sama dengan ketentuan yang berlaku bagi "Perbuatan" makhluk-makhlukNya.
Yang memperjalankan :
Subjek dari "Yang memperjalankan" dalam hal ini adalah Allah, dengan kalimat : "Al-Ladzii asraabi.."
Dalam ayat 8/70 dan 8/67 terdapat pula istilah "Asraa" yang artinya "tawanan", berupa kata benda, noun atau isim. Dalam konteks ayat 17/1 ini, kita mengartikan "Asraabi" dengan "Memperjalankan dalam penjagaan" sebagai kata kerja, verb atau fi'il. Hal ini dapat dibandingkan pada maksud ayat 26/52 dimana terdapat istilah yang sama tetapi fi'il amar untuk memperjalankan Bani Israil dengan penjagaan untuk menyeberangi laut merah.
Subjek dari "Yang memperjalankan" dalam hal ini adalah Allah, dengan kalimat : "Al-Ladzii asraabi.."
Dalam ayat 8/70 dan 8/67 terdapat pula istilah "Asraa" yang artinya "tawanan", berupa kata benda, noun atau isim. Dalam konteks ayat 17/1 ini, kita mengartikan "Asraabi" dengan "Memperjalankan dalam penjagaan" sebagai kata kerja, verb atau fi'il. Hal ini dapat dibandingkan pada maksud ayat 26/52 dimana terdapat istilah yang sama tetapi fi'il amar untuk memperjalankan Bani Israil dengan penjagaan untuk menyeberangi laut merah.
Kalimat ini
memberi pengertian bahwa Nabi Muhammad Saw itu di Asraa kan dalam pengertian di
mi'rajkan oleh Allah, bukan Asraa dengan sendirinya alias kehendak Muhammad
sendiri dan juga bukan atas kepintaran yang ada pada diri Nabi Muhammad, tetapi
dengan keilmuan dan kekuasaan Allah yang memperjalankannya.
Hamba-Nya :
Dalam ayat ini Allah tidak menyebut lafal "RasulNya" atau lafal "Muhammad", tetapi disebutNya dengan lafal Bi'abdihi, yaitu dengan sifat "Ubudiyah" atau Penghambaan kepada Allah yang mana hal ini merupakan pintu datangnya karunia Allah, sebab semua Nabi dan Rasul yang nota bene merupakan panutan umat, diutus untuk membenarkan atau meluruskan cara penghambaan kita kepada Allah.
Dalam ayat ini Allah tidak menyebut lafal "RasulNya" atau lafal "Muhammad", tetapi disebutNya dengan lafal Bi'abdihi, yaitu dengan sifat "Ubudiyah" atau Penghambaan kepada Allah yang mana hal ini merupakan pintu datangnya karunia Allah, sebab semua Nabi dan Rasul yang nota bene merupakan panutan umat, diutus untuk membenarkan atau meluruskan cara penghambaan kita kepada Allah.
Kata sifat
"Ubudiyah" atau penghambaan ini adalah kata-kata yang pahit, kata-kata yang
sulit dan kata-kata yang dibenci oleh manusia, apabila terjadi antara sesama
makhluk, antara yang satu terhadap yang lain, karena dengan demikian maka
makhluk yang satu akan menjadi hamba bagi makhluk yang lain. Dan ini
mengharuskan sihamba mencurahkan segala baktinya, semua tenaga dan kemampuannya
kepada tuannya.
Tetapi
penghambaan dari makhluk terhadap Al-Khaliq justru sebaliknya, yaitu Al-Khaliq
yang dipertuan itulah yang akan memberi karunia kepada orang yang menghambakan
diri kepadaNya.
Karena itu maka ubudiyah disini adalah suatu kemuliaan, manakala pengabdian itu meningkat maka pemberian karunia dari Allah Yang Maha Suci itu ditingkatkan pula.
Karena itu maka ubudiyah disini adalah suatu kemuliaan, manakala pengabdian itu meningkat maka pemberian karunia dari Allah Yang Maha Suci itu ditingkatkan pula.
Ini juga yang
terjadi pada diri Nabi Isa as. putra Maryam yang disebutkan oleh Allah dalam
surah 4:172 :
Layyastanifa
almasihu ayyakuna 'abda lillahi walal mala'ikatul mukarrobun
"AlMasih tiada enggan menjadi hamba bagi Allah, demikian pula para malaikat yang dekat."
(QS.4:172)
"AlMasih tiada enggan menjadi hamba bagi Allah, demikian pula para malaikat yang dekat."
(QS.4:172)
Disamping itu,
kata-kata "Bi'abdihi" ini dapat dipakai untuk memberikan jawaban penolakan atas
orang yang berpendapat bahwa perjalanan malam Nabi Muhammad Saw ini hanya
terjadi dengan ruhnya saja tanpa dengan jasadnya, sebab kata-kata "abd" (hamba)
itu dipakai untuk ruh beserta jasadnya sekaligus, bukan untuk ruh saja atau
jasad saja, sehingga tidak ada orang yang mengatakan ruh itu sebagai "abd" atau
jasad yang tidak ber-ruh sebagai 'abd.
Pada suatu malam :
Jelas sudah, bahwa Nabi Muhammad Saw telah diperjalankan oleh Allah pada waktu malam hari.
Lalu kenapa mesti malam hari Rasul diberangkatkan ? Dapatkah kita jelaskan secara ilmiah, logis dan kejiwaan ?
Disini kita sudah sepakat bahwa Rasulullah diperjalankan secara logis, secara nyata dan real, maka sekarang kita akan berangkat pada keterangan yang juga logis dan ilmiah serta mengena kepada ilmu kejiwaan.
Masih ingat kisah Adam yang dulunya bertempat tinggal didalam Jannah yang kita artikan sebagai kebun yang subur yang berada diluar planet bumi pada bahagian pertama artikel saya ini ?
Sekarang coba anda perhatikan kembali ayat ke-14 dan ke-15 dari surah An Najm (53) yang telah saya cantumkan pada bagian awal :
Jelas sudah, bahwa Nabi Muhammad Saw telah diperjalankan oleh Allah pada waktu malam hari.
Lalu kenapa mesti malam hari Rasul diberangkatkan ? Dapatkah kita jelaskan secara ilmiah, logis dan kejiwaan ?
Disini kita sudah sepakat bahwa Rasulullah diperjalankan secara logis, secara nyata dan real, maka sekarang kita akan berangkat pada keterangan yang juga logis dan ilmiah serta mengena kepada ilmu kejiwaan.
Masih ingat kisah Adam yang dulunya bertempat tinggal didalam Jannah yang kita artikan sebagai kebun yang subur yang berada diluar planet bumi pada bahagian pertama artikel saya ini ?
Sekarang coba anda perhatikan kembali ayat ke-14 dan ke-15 dari surah An Najm (53) yang telah saya cantumkan pada bagian awal :
14. Di
Sidratil Muntaha.
15. Di dekatnya ada Jannah tempat tinggal,
15. Di dekatnya ada Jannah tempat tinggal,
Dan kemudian
silahkan juga memperhatikan ayat-ayat berikut yang sudah pernah kita kemukakan
pada pembahasan masalah Adam yang lalu :
"Maka
Kami berkata:"Hai Adam, sesungguhnya ini (Iblis) adalah musuh bagimu dan bagi
isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari
Jannah, yang menyebabkan kamu menjadi aniaya. Sesungguhnya kamu tidak akan
kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. Dan kamu tidak akan merasa
dahaga dan tidak akan kepanasan". (QS. 20:117-119)
Rasanya cocok
sekali jika kita menghubungkan antara Jannah yang termaktub dalam ayat ke-15
surah 53 itu dengan Jannah dimana dulunya Adam dan istri pernah tinggal sebelum
"diterbangkan" keplanet bumi.
Coba perhatikan dengan baik, Jannah tempat dimana Adam berada itu dikatakan tidak akan merasa kepanasan, dan saya mengasumsikan bahwa Jannah itu letaknya ada di Muntaha dimana Rasulullah Muhammad Saw melakukan perjalanannya pada peristiwa Mi'raj.
Coba perhatikan dengan baik, Jannah tempat dimana Adam berada itu dikatakan tidak akan merasa kepanasan, dan saya mengasumsikan bahwa Jannah itu letaknya ada di Muntaha dimana Rasulullah Muhammad Saw melakukan perjalanannya pada peristiwa Mi'raj.
Jadi, Muntaha
itu adalah nama sebuah tempat yang bisa juga sebuah planet yang berada diluar
angkasa dan untuk sementara bisa kita katakan kedudukannya berada diatas orbit
bumi, seperti halnya dengan kedudukan planet Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus,
Neptunus dan Pluto.
Untuk jelasnya
mungkin anda bisa melihat didalam "Peta Ruang Angkasa" yang menggambarkan posisi
kedudukan planet-planet dalam tata surya yang mengelilingi matahari dalam
gugusan Bimasakti. Dimana ada dua planet yang berkedudukan dibawah orbit bumi
dan dekat dengan matahari, yaitu Merkuri dan Venus.
Planet bumi
kita ini jaraknya dengan matahari adalah 150 Juta Km dengan lamanya waktu
mengelilingi matahari dalam 365,25 hari.
Bandingkan
dengan planet Pluto sebagai planet terjauh yang berhasil diketahui oleh para
ahli tahun 1930 sampai hari ini (1998) yang memiliki jarak 5.900 Juta Km dari
matahari, bergaris tengah hanya 6.400 Km.
Jarak rata-rata Pluto dari matahari paling besar dibandingkan dengan jarak antara matahari dengan planet lainnya. Tetapi lintasan edar Pluto agak "unik" dan menyilang lintasan planet Neptunus. Akibatnya, Pluto kadangkala beredar/mengembara disebelah dalam lintasan orbit Neptunus.
Jarak rata-rata Pluto dari matahari paling besar dibandingkan dengan jarak antara matahari dengan planet lainnya. Tetapi lintasan edar Pluto agak "unik" dan menyilang lintasan planet Neptunus. Akibatnya, Pluto kadangkala beredar/mengembara disebelah dalam lintasan orbit Neptunus.
Pluto akan
mencapai titik terdekat dengan kita ditahun 1989 yang lalu, kemudian menjauh dan
titik terjauh akan dicapainya pada tahun 2113 yang akan datang.
Sangat sedikit
memang yang kita ketahui mengenai Pluto, namun ada dugaan bahwa planet itu
terdiri dari material yang sangat padat.
Dan para ahli
ditahun 1972 memperkirakan bahwa adanya planet diluar lintasan Pluto, pada jarak
kurang lebih 9.660 juta-juta kilometer.
Gaya tarik gravitasi planet tersebutlah yang menyebabkan perubahan kecil pada lintasan beberapa komet. Dengan cara yang sama pula kehadiran Pluto telah diduga 15 tahun sebelum penemuannya, yaitu setelah penelaahan atas perubahan pada lintasan orbit Neptunus
Gaya tarik gravitasi planet tersebutlah yang menyebabkan perubahan kecil pada lintasan beberapa komet. Dengan cara yang sama pula kehadiran Pluto telah diduga 15 tahun sebelum penemuannya, yaitu setelah penelaahan atas perubahan pada lintasan orbit Neptunus
Nazwar syamsu,
seorang penulis buku-buku seri Tauhid dan logika (Sekarang dilarang beredar)
yang juga menjadi salah satu buku acuan saya didalam mengemukakan pendapat,
pernah menyimpulan, bahwa planet tersebut adalah Muntaha yang dimaksudkan oleh
Qur'an sebagai tempat Mi'rajnya Nabi Muhammad Saw.
Landasan
Nazwar Syamsu berpendapat begitu karena menurutnya, planet ke-10 tersebut letak
orbitnya yang berada diatas orbit planet bumi kemudian juga jaraknya yang jauh
dari matahari kita yang dicocokkannya dengan bunyi ayat ke-119 dari surah An
Najm yang menyatakan bahwa Adam tidak akan kepanasan disana (yang diasumsikan
sebagai panasnya sinar matahari), serta pasnya penomoran Qur'an dengan 7 lapis
langit yang ada diatas kita (yang diterjemahkannya dengan 7 buah planet yang
mengorbit diatas bumi).
Masing-masing planet yang ada diatas orbit bumi itu ialah
:
-
Mars
-
Jupiter
-
Saturnus
-
Uranus
-
Neptunus
-
Pluto
-
Muntaha
Dan dasar dari
pemahaman beliau adalah dari ayat Qur'an yang memang banyak sekali mengungkapkan
tentang adanya 7 langit atau terkadang disebut dengan tujuh jalan yang
diciptakan oleh Allah Swt.
Satu
diantaranya adalah sbb :
"Yang telah
menciptakan tujuh langit berlapis-lapis dan kamu sekali-kali tidak akan melihat
pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah
berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?" (QS. 67:3)
Dan yang
menjadi alasan kenapa perjalanan yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad Saw pada
malam hari adalah jika orang berangkat meninggalkan bumi pada siang hari, maka
dia akan mengarah kepada matahari yang menjadi pusat orbit planet-planet. Dan
hal itu bukan berarti "Naik" tetapi "Turun", karena semakin dekat kepada pusat
orbit atau kepusat rotasi, maka itu berarti turun, sedangkan Muhammad menyatakan
beliau telah naik waktu mengalami Asraa (perjalanan) itu.
-
'Barangsiapa yang memberitahukan kepadamu bahwa Nabi Muhammad Saw pernah melihat Tuhannya, maka ia pasti berdusta.' Lalu 'Aisyah membaca ayat yang artinya :
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (QS. 6:103)
-
'Barangsiapa yang memberitahukan kepadamu bahwa ia dapat mengetahui apa yang akan terjadi esok hari, pastilah ia berdusta,' Lalu 'Aisyah membacakan ayat yang artinya :
Tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan dikerjakan besok hari. (QS. 31:34)
-
'Barangsiapa yang mengatakan padamu bahwa ia (Rasulullah) menyembunyikan sesuatu dari wahyu, maka pastilah ia berdusta.' Lalu 'Aisyah membacakan ayat yang artinya :
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (QS. 5:67)
Ayat 17/11
yang sedang kita analisis ini menyatakan bahwa Muhammad dari Masjidil Haraam
dibumi naik ke Muntaha, yang mana untuk sementara ini kita simpulkan dulu bahwa
kedudukan Muntaha itu mengorbit diatas bumi dan bukan dibawah bumi. Kalau orang
naik dari bumi menuju Muntaha hendaklah dia berangkat waktu malam yaitu bergerak
dengan menjauhi matahari selaku titik yang paling bawah dalam tata surya kita.
Orang
mengetahui bahwa semesta, galaksi, tata surya dan planet, masing-masingnya
mengalami perputaran.
Setiap putaran tentunya memiliki pusat putaran yang langsung menjadi pusat benda angkasa itu. Semuanya bagaikan bola atau roda yang senantiasa berputar. Maka sesuatu yang menjadi pusat putaran dikatakan paling bawah dan yang semakin jauh dari pusat putaran dinamakan semakin atas.
Setiap putaran tentunya memiliki pusat putaran yang langsung menjadi pusat benda angkasa itu. Semuanya bagaikan bola atau roda yang senantiasa berputar. Maka sesuatu yang menjadi pusat putaran dikatakan paling bawah dan yang semakin jauh dari pusat putaran dinamakan semakin atas.
Dalam hal ini
keadaan dibumi dapat dijadikan contoh.
Pusat putaran bumi dikatakan paling bawah dan yang semakin jauh dari pusat itu dikatakan semakin atas.
Akibatnya, orang yang berdiri di Equador Amerika dan orang yang berdiri dipulau Sumatera, pada waktu yang sama, akan menyatakan kakinya kebawah dan kepalanya keatas, padahal kedua orang tersebut sedang mengadu telapak kaki dari balik belahan bumi, tetapi masing-masingnya ternyata benar untuk status bawah dan atas yang dipakai dipermukaan bumi ini.
Pusat putaran bumi dikatakan paling bawah dan yang semakin jauh dari pusat itu dikatakan semakin atas.
Akibatnya, orang yang berdiri di Equador Amerika dan orang yang berdiri dipulau Sumatera, pada waktu yang sama, akan menyatakan kakinya kebawah dan kepalanya keatas, padahal kedua orang tersebut sedang mengadu telapak kaki dari balik belahan bumi, tetapi masing-masingnya ternyata benar untuk status bawah dan atas yang dipakai dipermukaan bumi ini.
Demikian juga
jika contoh itu dipakai untuk status tata surya dimana matahari sebagai bola api
langsung bertindak jadi pusat kitaran ataupun peredaran.
Karenanya
matahari dikatakan paling bawah dan yang semakin jauh dari matahari dinamakan
semakin atas.
Venus dan Mercury berada dibawah orbit bumi karena keduanya mengorbit dalam daerah yang lebih dekat dengan matahari, jadi jika ada penduduk bumi yang pergi ke Venus, Mercury atau Matahari, maka orang tersebut turun bukan naik, karenanya Venus dan Mercury tidak mungkin disebut sebagai langit bagi planet bumi kita, sebab yang dikatakan langit adalah sesuatu yang berada dibahagian atas, tetapi benar kedua planet itu menjadi langit bagi matahari sendiri.
Venus dan Mercury berada dibawah orbit bumi karena keduanya mengorbit dalam daerah yang lebih dekat dengan matahari, jadi jika ada penduduk bumi yang pergi ke Venus, Mercury atau Matahari, maka orang tersebut turun bukan naik, karenanya Venus dan Mercury tidak mungkin disebut sebagai langit bagi planet bumi kita, sebab yang dikatakan langit adalah sesuatu yang berada dibahagian atas, tetapi benar kedua planet itu menjadi langit bagi matahari sendiri.
Dr. Maurice
Bucaille, salah seorang pakar Islam yang terkenal dengan bukunya Bibel,
Qur-an dan Sains Modern, mengemukakan bahwa AlQur'an menamakan planet dengan
kata "KAUKAB", dimana kata jamaknya adalah "KAWAKIB."
Begitupula
dengan arti yang diberikan oleh Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
karangan Achmad Warson Munawwir terbitan Pustaka progressif, menyatakan Kaukab
(single) dan Kawakib (plural) itu dengan dua arti, yaitu bisa berarti planet dan
bisa juga berarti bintang.
Dr. Maurice
Bucaille menambahkan, bahwa bumi adalah salah satu dari planet-planet tersebut
dan jika ada orang menduga akan adanya planet lain diluar orbit pluto (Dalam hal
ini untuk gugusan Bimasakti), maka planet itu harus ada dalam sistem matahari
juga.
Saya pribadi
cenderung menyetujui pendapat dari Dr. Muhammad Jamaluddin El-Fandy, seorang
sarjana Islam kenamaan yang menuliskan buku Al-Qur'an tentang alam
semesta (judul aslinya : On cosmic verses in the Quran) bahwa yang disebut
dengan langit atau dalam bahasa Qur'an adalah Sama', ialah :
Setiap sesuatu
yang kita lihat tentang benda-benda yang berada diangkasa, seperti matahari,
bintang dan planet sampai jauh kedalam ruang alam semesta raya, yang
bersama-sama dengan bumi membentuk satu kesatuan yang kokoh dan merupakan
keseluruhan alam wujud, itulah langit.
Adapun
angka 7
yang dipakai didalam AlQur'an sebanyak 24
kali adalah untuk maksud yang bermacam-macam. Seringkali angka 7 ini berartikan
"Banyak" tetapi kita umat Islam tidak tahu dengan pasti, apa maksud
dengan
dipakainya angka tersebut oleh Allah.
Sementara itu, bagi orang-orang Yunani dan orang-orang
Romawi, angka 7 ternyata juga mempunyai arti "Banyak" dalam makna
jumlah yang tidak ditentukan.
Dalam Qur'an angka 7 dipakai 7 kali untuk memberikan bilangan kepada langit (Sama'), angka 7 dipakai satu kali untuk menunjukkan adanya 7 jalan diatas manusia.
Dalam Qur'an angka 7 dipakai 7 kali untuk memberikan bilangan kepada langit (Sama'), angka 7 dipakai satu kali untuk menunjukkan adanya 7 jalan diatas manusia.
Rasanya
terlalu kaku untuk mengatakan bahwa Muntaha itu letaknya berada diluar orbit
Pluto dan merupakan planet yang ke-10 dalam lingkungan tata surya kita atau
merupakan planet ke-7 yang berada diatas orbit bumi.
Hal ini akan saya uraikan lagi pada penjelasan mengenai arti "Masjidil Haraam dan Masjidil Aqsha".
Hal ini akan saya uraikan lagi pada penjelasan mengenai arti "Masjidil Haraam dan Masjidil Aqsha".
Saya lebih
cenderung mengartikannya sebagai sebuah planet yang keadaannya tidak berbeda
jauh dengan bumi tempat kita tinggal saat ini, dimana disana juga ada peredaran
benda-benda langit yang mengelilingi sebuah matahari. Dan yang jelas, planet
"bumi" Muntaha ini letaknya diluar galaksi Bimasakti kita.
Dia bisa
terletak digugusan bintang mana saja didaerah alam semesta yang sangat
luas.
Dan pernyataan bahwa Muntaha dan Jannah yang berkedudukan diatas bumi, itu memang benar, memang mereka berkedudukan diluar bumi.
Dan pernyataan bahwa Muntaha dan Jannah yang berkedudukan diatas bumi, itu memang benar, memang mereka berkedudukan diluar bumi.
Juga
pernyataan Allah pada ayat 2:36 mengenai kata "Ihbithu" seperti yang pernah kita
bahas pada waktu pengupasan masalah Adam pada artikel sebelumnya dan akan kita
ulangi sedikit disini adalah benar.
"Pergilah
!" itu adalah kalimah perintah, dan dalam bahasa Qur'annya adalah "ih
bithu" , dan arti sebenarnya adalah : "Turun dari tempat yang
tinggi.", seperti dari gunung, dan juga dipakai dengan arti "Pindah dari
satu tempat kesatu tempat lain." Dan karenanya ada juga penafsir yang
memakai kata "Turunlah" saja.
Allah menyuruh
Adam dan istri untuk turun dari tempat yang tinggi, yaitu Muntaha (dimana
nantinya juga Muhammad akan kembali kesana dan berada pada ufuk yang tinggi
tersebut), ini bisa kita tafsirkan bahwa saking tingginya, atau saking jauhnya
letak Muntaha yang ada Jannah tersebut, maka Allah menggunakan kata "Ih bithu"
atau Turunlah ! Atau berpindahlah dari sini kesana.
Kembali pada
permasalahan kita semula, yaitu kenapa perjalanan Nabi Muhammad Saw itu
dilakukan pada waktu malam hari dan tidak pada waktu lainnya (pagi, siang,
sore).
Saya berpendapat, bahwa salah satu alasan logis lain yang bersifat kejiwaan disamping alasan yang dikemukakan oleh Nazwar Syamsu adalah pada malam hari, keadaan diliputi oleh ketenangan, apalagi jika kita mengilas balik seperti apa kira-kira keadaan Arabia pada masa itu jika malam menjelang.
Saya berpendapat, bahwa salah satu alasan logis lain yang bersifat kejiwaan disamping alasan yang dikemukakan oleh Nazwar Syamsu adalah pada malam hari, keadaan diliputi oleh ketenangan, apalagi jika kita mengilas balik seperti apa kira-kira keadaan Arabia pada masa itu jika malam menjelang.
Selain itu,
suasana malam adalah suasana yang khyusuk didalam beribadah, suasana dimana
manusia menghentikan kegiatan mereka untuk sementara waktu dan mengistirahatkan
pikiran dan jiwa mereka dari kesibukan sehari-hari, dan merupakan suasana yang
sangat hening yang membantu menciptakan kondisi yang cocok bagi upaya
mendekatkan diri kepada Allah.
AlQur'an
memberikan petunjuk yang jelas bahwa saat terbaik upaya ibadah yang berkualitas
ialah pada waktu malam hari. AlQur'an mencatat suasa malam itu untuk menjalin
hubungan yang terbaik dengan Allah :
"Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (AlQur-an) pada malam kemuliaan." (QS. 97:1)
Untuk ibadah,
shalat tahajud, saat-saat terbaik merasakan kelezatan malam sekitar bagian
ketiga menjelang fajar. Jauh dari rasa riya' dan ujub serta takabur karena tidak
ada orang lain yang mengetahuinya.
"Berdirilah
melakukan shalat malam hari, walau jangan hendaknya seluruh malam itu,
separuhnya saja atau kurang dari itu."(QS. 73:2,3)
"Sesungguhnya
bangun waktu malam itu adalah paling baik dan cocok untuk shalat dan paling baik
untuk memuji Allah."(QS. 73:6)
"Sesungguhnya
pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit
dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
bertaqwa."(QS.
10:6)
Dari
Masjidil haraam ke Masjidil Aqsha :
Dimulainya perjalanan Nabi Muhammad Saw adalah dari Masjidil Haraam, yaitu kota Mekkah Almukarromah menuju ke Masjid Al-Aqsha.
Dimulainya perjalanan Nabi Muhammad Saw adalah dari Masjidil Haraam, yaitu kota Mekkah Almukarromah menuju ke Masjid Al-Aqsha.
Seperti yang
diketahui bersama, Masjidil Haraam adalah rumah peribadatan yang pertama kali
dibangun untuk manusia oleh Allah Swt yang akhirnya dasar-dasarnya ditinggikan
oleh Nabi Ibrahim bersama puteranya, Nabi Ismail as., Tempat tersebut juga
merupakan awal bertolaknya dakwah serta tempat berdomisilinya Rasulullah Saw.
Tetapi
benarkah pendapat umum yang menyatakan bahwa dari Masjidil Haraam, Mekkah
AlMukarromah, Nabi Muhammad Saw pernah melakukan kunjungan ke Masjidil Aqsha
yang terletak di Palestina ?
Setelah sekian
lama saya mencoba menyelidiki, mendalami, dan menganalisa serta mempertimbangkan
dari beberapa sudut keilmuan modern dan pendapat para alim ulama, akhirnya saya
berkesimpulan bahwa Masjidil Aqsha tempat Nabi Muhammad Saw melakukan
"kunjungan" itu TIDAK TERLETAK DIBUMI.
Masjid
Al-Aqsha sendiri waktu itu belumlah ada, yang ada di Bait Al-Maqdis di Palestina
adalah Haikal Sulaiman.
Ada sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari yang menyatakan bahwa ketika kaum Quraisy bertanya kepada Nabi Saw perihal keadaan Bait Al-Maqdis, Beliau sempat terdiam dan bahkan bimbang, hal ini membuktikan bahwa memang Rasul tidak pernah pergi kesana malam itu, melainkan pergi ke "Masjid Al-Aqsha" yang terletak di Muntaha.
Ada sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari yang menyatakan bahwa ketika kaum Quraisy bertanya kepada Nabi Saw perihal keadaan Bait Al-Maqdis, Beliau sempat terdiam dan bahkan bimbang, hal ini membuktikan bahwa memang Rasul tidak pernah pergi kesana malam itu, melainkan pergi ke "Masjid Al-Aqsha" yang terletak di Muntaha.
"Kaum Quraisy menanyakan kepadaku tentang perjalanan Israa', aku ditanya tentang hal-hal di Bait Al-Maqdis, tidak dapat aku menerangkannya sampai-sampai aku bimbang. Tatkala kaum Quraisy mendustakanku, aku berdiri di Hijr lalu Allah Swt menggambarkan dimukaku keadaan di Bait Al-Maqdis dan tanda-tandanya hingga mampu aku menerangkannya kepada mereka seluruh keadaan.
(Diriwayatkan Bukhari)
Mari sekarang
sama-sama kita tinjau dulu dari segi bahasa,
Arti dari "Masjid" itu sendiri adalah tempat bersujud, dan sujud ini adalah merupakan risalah setiap Nabi dan Rasul Allah sebelum periode Muhammad Saw.
Arti dari "Masjid" itu sendiri adalah tempat bersujud, dan sujud ini adalah merupakan risalah setiap Nabi dan Rasul Allah sebelum periode Muhammad Saw.
Dari AlQuran
beberapa diantaranya adalah ketika Allah memberikan firmanNya kepada Ibrahim
sewaktu meninggikan Ka'bah bersama puteranya, Ismail (2:125), Siti Maryam
(3:43), Firman Allah kepada Bani Israel (2:58), adanya beberapa golongan Ahli
kitab yang mengEsakan Allah (3:113), Nabi Musa dan umatnya (4:154), Nabi Daud
(38:24) dan lain sebagainya.
Dari Bible
:
Mazmur 96:6 "Marilah kita menyembah dan bersujud; marilah kita berlutut kepada Tuhan yang menciptakan kita."
Yoshua/Yusak 5:14 "... maka
Yusak pun tersungkur dengan mukanya ketanah sambil menyembah sujud..."
Raja-raja I:18:42"...tetapi
Elia naik keatas kepuncak Karmel, lalu tunduk sampai ketanah dengan mukanya
ditengah-tengah lututnya."
Bilangan 20:6"Maka pergilah
Musa dan Harun dari hadapan orang banyak itu kepintu kemah perhimpunan, lalu
keduanya menyembah sujud. Maka kemuliaan Tuhan kepada mereka itu."
Kejadian 17:3"Lalu sujudlah
Abraham dengan mukanya sampai kebumi..."
Nah, dari itu
semua jelas bahwa para nabi dan umat sebelum Muhammad Saw sudah melakukan
penyembahan kepada Allah dengan cara rukuk dan sujud. Lalu tata cara penyembahan
ini disempurnakan lagi oleh Allah kepada Muhammad Saw serta umatnya dengan cara
ibadah Sholat sebagaimana yang kita lihat sekarang.
Jadi, kata
"Masjid" sebenarnya adalah tempat yang digunakan sebagai tempat
bersujud.
Mari kita lihat juga pada kisah Ash-habul Kahfi :
Mari kita lihat juga pada kisah Ash-habul Kahfi :
La nat
takhiizanna 'alaihim masjida
"Sesungguhnya kami akan mendirikan masjid ditempat mereka itu". (QS. 18:21)
"Sesungguhnya kami akan mendirikan masjid ditempat mereka itu". (QS. 18:21)
Padahal kita
semua tahu bahwa masjid dalam pengertian nama bagi suatu bangunan ibadah hanya
terdapat pada periode Nabi Muhammad Saw, sementara itu kisah Ash-habul Kahfi
telah terjadi ratusan tahun sebelumnya.
Aqsha
bukanlah nama, arti Masjidil Aqsha adalah Masjid yang
jauh atau Tempat sujud
yang terjauh.
Dan masih ingatkah anda tentang Jannah dimana disana Adam dihormati oleh semua Malaikat dan Jin dengan cara bersujud ?
Dan masih ingatkah anda tentang Jannah dimana disana Adam dihormati oleh semua Malaikat dan Jin dengan cara bersujud ?
Yap, memang
itulah tempat yang saya maksudkan.
Masjidil Aqsha yang menjadi tempat tujuan Rasulullah Muhammad Saw adalah Tempat bersujudnya para Malaikat terhadap Adam sekaligus menjadi tempat bersujudnya Nabi Muhammad Saw kepada Allah pada saat beliau menerima perintah shalat yang letaknya sangat jauh dari bumi dan terdapat di Muntaha.
Masjidil Aqsha yang menjadi tempat tujuan Rasulullah Muhammad Saw adalah Tempat bersujudnya para Malaikat terhadap Adam sekaligus menjadi tempat bersujudnya Nabi Muhammad Saw kepada Allah pada saat beliau menerima perintah shalat yang letaknya sangat jauh dari bumi dan terdapat di Muntaha.
Adam as.,
adalah khalifah manusia yang dipilih oleh Allah untuk planet bumi, sekaligus
menjadi nenek moyang manusia semuanya, dan Muhammad Saw adalah Nabi Allah yang
terakhir untuk manusia yang membawa rahmat bagi seluruh alam semesta.
Allah telah
mengawali penciptaan Adam selaku khalifah pertama manusia bumi kita ini
sekaligus Nabi pertama dengan meletakkannya di dalam Jannah yang ada di Muntaha,
dan menutupnya dengan pengiriman Muhammad selaku Nabi terakhir untuk kembali
melihat Kampung Halaman kita di Muntaha yang Jannah ada didekatnya.
Cukup logis
saya rasa penjelasan saya ini, dan jauh dari sifat yang mengada-ada serta tidak
jelas.
Perjalanan
Nabi dalam Mi'raj itu selaku ujian atas kecerdasan manusia dibidang keilmuan dan
kehidupan, ayat 17/1, 53/1 s.d 18 serta ayat 17/60, dan semua itu terbatas
hingga Muntaha dengan pengertian bahwa peradaban manusia ini umumnya sampai
nanti tidak akan menyimpang dan tidak melampaui dari apa yang sudah dicapai oleh
Muhammad Saw dalam Mi'rajnya.
Dan karenanya
saya sangat tidak sependapat dengan Nazwar Syamsu yang mengatakan bahwa Muntaha
adalah planet ke-7 diatas orbit bumi dan hanya sampai disitulah tempat manusia
bisa menjelajahi angkasa raya.
Padahal Allah
justru menganjurkan kepada manusia untuk dapat menjelajahi kebagian mana saja
dari langit dan bumi ini, asalkan mereka memiliki sulthaan yang artinya kekuatan
atau kesanggupan atau juga bisa diartikan tekhnologi.
Hai jama'ah
jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi, maka
lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan".(QS. 55:33)
Dalam ayat
tersebut Allah menyuruh tidak hanya kepada umat manusia saja, namun juga melingkupi
umat Jin.
Dan Allah tidak berkesan membuat pembatasan-pembatasan
terhadap "langit-langit tertentu" yang dapat ditembusi oleh manusia dan Jin.
Makanya saya
lebih cenderung berpendapat bahwa Muntaha itu letaknya diluar galaksi kita
sekarang ini, yang jaraknya jutaan tahun cahaya. Sesungguhnya angkasa raya itu
sangatlah luas dan terdiri dari ribuan juta galaksi.
Matahari kita
adalah satu diantara 100.000 juta bintang yang berada didalam suatu putaran
spiral maha besar yang kita sebut dengan Galaksi kita.
Beberapa ribu buah bintang diantaranya dapat kita saksikan pada malam yang cerah.
Pada bagian langit atau angkasa tertentu, tampak sedemikian banyak bintang, hingga menyerupai sejalur pita putih yang kita sebut dengan Bimasakti.
Beberapa ribu buah bintang diantaranya dapat kita saksikan pada malam yang cerah.
Pada bagian langit atau angkasa tertentu, tampak sedemikian banyak bintang, hingga menyerupai sejalur pita putih yang kita sebut dengan Bimasakti.
Galaksi kita
bergaris tengah satu juta juta Kilometer. Para astronom lebih senang menyatakan
jarak sebesar itu dalam satuan tahun cahaya, yaitu jarak yang ditempuh oleh
berkas cahaya dalam ruang selama setahun.
Dengan laju 300.000 kilometer tiap detik, berkas cahaya memerlukan waktu 100.000 tahun untuk melintasi Galaksi kita. Oleh sebab itu garis tengah Galaksi juga dikatakan sebesar 100.000 tahun cahaya.
Dengan laju 300.000 kilometer tiap detik, berkas cahaya memerlukan waktu 100.000 tahun untuk melintasi Galaksi kita. Oleh sebab itu garis tengah Galaksi juga dikatakan sebesar 100.000 tahun cahaya.
"Allah menciptakan tujuh langit
dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui
bahwasannya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah,
ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu."(QS. 65:12)
Disini
saya cenderung mengambil makna angka
7 dalam ayat Qur'an yang menunjukkan atas langit
dan bumi sebagai pengertian "Banyak" (ini sudah
pernah kita bicarakan pada bahagian atas). Dan memang
benar begitulah kenyataannya
Galaksi
terdekat dengan kita adalah berjarak 170.000 tahun cahaya.
Dan diperkirakan bahwa pada setiap galaksi akan terdapat sistem matahari sebagaimana yang ada pada galaksi bima sakti kita ini.
Dan diperkirakan bahwa pada setiap galaksi akan terdapat sistem matahari sebagaimana yang ada pada galaksi bima sakti kita ini.
Dan jika
setiap galaksi memiliki sistem matahari tersebut, maka tentunya keadaan dari
planet-planet yang mengitari galaksi tersebut juga tidak akab berbeda jauh
dengan keadaan planet-planet yang ada dalam wilayah galaksi Bima sakti.
Maka untuk
kesekian kalinya, benarlah firman Allah diatas, bahwa Allah telah menjadikan
banyak sekali (diwakili oleh angka 7) bumi-bumi didalam lingkungan
galaksi-galaksi (7 langit) yang berada diruang angkasa.
Dan
dibumi-bumi tersebut juga ada kehidupan layaknya kehidupan yang kita jumpai
diplanet bumi kita ini.
Dan dibumi yang paling ujung atau bumi yang terjauh itulah ada Jannah dimana Nabi Adam dulunya tinggal dan kembali dikunjungi oleh Nabi Muhammad Saw pada saat Mi'rajnya ke Muntaha.
Dan dibumi yang paling ujung atau bumi yang terjauh itulah ada Jannah dimana Nabi Adam dulunya tinggal dan kembali dikunjungi oleh Nabi Muhammad Saw pada saat Mi'rajnya ke Muntaha.
Setiap bumi
pasti memiliki matahari, dan bumi itu sendiri akan bergerak mengelilingi
matahari tersebut.
Dan Jannah, yang terdapat diMuntaha, memiliki tumbuh-tumbuhan atau pepohonan yang sangat rimbun sekali dan subur, dipenuhi oleh buah-buahan segar, sehingga jika kita berada didalamnya maka kita tidak akan kepanasan serta kehausan sebagaimana firman Allah kepada Adam as.
Dan Jannah, yang terdapat diMuntaha, memiliki tumbuh-tumbuhan atau pepohonan yang sangat rimbun sekali dan subur, dipenuhi oleh buah-buahan segar, sehingga jika kita berada didalamnya maka kita tidak akan kepanasan serta kehausan sebagaimana firman Allah kepada Adam as.
"Dan
sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak akan kepanasan di
dalamnya".(QS.
20:119)
Pada abad
ke-18, William Herschel menyatakan bahwa sebagian dari apa yang disebut nebula
pada kenyataannya adalah pulau alam semesta. Pulau-pulau tersebut sebenarnya
merupakan tatanan bintang paripurna yang berada jauh dari galaksi kita. Makin
banyak pembuktian yang dikumpulkan oleh Astronom pada abad ke-19 mendukung teori
tersebut. Pada tahun 1917, teleskop raksasa baru di Mount Wilson, California,
memperlihatkan bahwa "nebula" Andromeda terdiri atas kumpulan bintang.
Teori Herschel
itu akhirnya dikukuhkan pada tahun 1923.
Kemudian Edwin Hubble menunjukkan bahwa gugusan bintang-bintang itu terpisah ratusan ribu tahun cahaya dari bumi. Dengan ini terbukti pula bahwa nebula Andromeda itu sebenarnya merupakan galaksi, yang sama sekali terpisah dari tatanan bintang kita.
Kemudian Edwin Hubble menunjukkan bahwa gugusan bintang-bintang itu terpisah ratusan ribu tahun cahaya dari bumi. Dengan ini terbukti pula bahwa nebula Andromeda itu sebenarnya merupakan galaksi, yang sama sekali terpisah dari tatanan bintang kita.
Sekarang
manusia telah mengetahui akan adanya ribuan juta galaksi. Beberapa dari padanya
tidak mempunyai bentuk tertentu; yang lain berbentuk spiral atau
elips.
Galaksi kita, bersama 16 buah galaksi lainnya yang terangkum dalam jarak 3 juta tahun cahaya, disebut kelompok lokal.
Galaksi kita, bersama 16 buah galaksi lainnya yang terangkum dalam jarak 3 juta tahun cahaya, disebut kelompok lokal.
Disini saya
berkeinginan untuk sedikit mengajak anda membaca sebuah penuturan dari salah
satu url atau site mengenai angkasa luar akan adanya sebuah kehidupan disalah
satu galaksi, dimana digalaksi tersebut ada juga bumi yang mengitari matahari.
Saya sadar
bahwa tulisan dari site tersebut masih perlu untuk diragukan kebenarannya, namun
dalam hal ini, terlepas dari benar tidaknya apa yang dituliskan disana,
setidaknya kita bisa sedikit menjadikannya sebuah lintas bacaan semata-mata. Dan
tidak ada salahnya kita menghubungkannya dengan Surah 65:12 yang baru saja kita
bahas.
Jika saja yang
menulisnya seorang Muslim, tentu saja saya akan berpikir dua tiga kali untuk
menyadurnya, sebab bisa saja itu adalah pendapatnya yang ditujukan untuk
memperkuat dalil-dalil AlQur'an.
Namun tidak,
site ini ditulis oleh seorang yang tidak menganut Islam, malah jangan-jangan
orang tersebut juga meragukan kepercayaan yang diyakininya.
Jadi tertutup kemungkinan bahwa ada unsur-unsur tertentu yang berhubungan dengan Islam dan upaya penegakan Islam dari penulisan tersebut.
Jadi tertutup kemungkinan bahwa ada unsur-unsur tertentu yang berhubungan dengan Islam dan upaya penegakan Islam dari penulisan tersebut.
Silahkan
link ke artikel Pleiadian yang sudah saya terjemahkan
beberapa diantaranya.
Yang
telah Kami berkahi sekelilingnya :
Dalam lafal Qur'annya adalah barokna haw
lahu.
Disini juga orang sering mengartikan bahwa kata haw lahu atau Kami berkahi sekelilingnya adalah diperuntukkan untuk tempat disekitar perjalanan Rasulullah tersebut.
Namun saya mengartikannya tidak demikian.
Disini juga orang sering mengartikan bahwa kata haw lahu atau Kami berkahi sekelilingnya adalah diperuntukkan untuk tempat disekitar perjalanan Rasulullah tersebut.
Namun saya mengartikannya tidak demikian.
Kata "NYA"
atau lafal "HAWLAHU" pada kata "Kami berkahi sekeliling" atau "Barokna hawlahu",
sebenarnya adalah ditujukan kepada diri Muhammad Saw sendiri.
Dalam bahasa
Arab, kata "Haw laha" itu ditujukan untuk yang bergender perempuan.
Kata "Haw lahuma" itu ditujukan untuk menerangkan arti "mereka", yang maknanya lebih dari satu.
Sementara kata "Haw lahu" adalah ditujukan kepada yang bergender jantan, dan dalam hal ini adalah diri Muhammad Saw, yang memang sebagai seorang laki-laki.
Kata "Haw lahuma" itu ditujukan untuk menerangkan arti "mereka", yang maknanya lebih dari satu.
Sementara kata "Haw lahu" adalah ditujukan kepada yang bergender jantan, dan dalam hal ini adalah diri Muhammad Saw, yang memang sebagai seorang laki-laki.
Jadi, Istilah
"disekelilingnya" dalam ayat 17/1 ini adalah disekeliling Muhammad. Hal ini juga
dibuktikan oleh istilah lain berikutnya "Untuk diperlihatkan kepadanya."
Jadi Barkah
telah diadakan disekeliling Muhammad dalam peristiwa Asraa kemasjidil Aqsha di
Muntaha.
Apakah Barkah atau Barokna itu ?
Apakah Barkah atau Barokna itu ?
Barkah adalah
penjagaan, yaitu penjagaan yang melingkupi keluarga Ibrahim pada ayat 11/73,
atau yang menjaga Nabi Nuh dan beberapa umatnya didalam perahu hingga topan
besar tidak membahayakan mereka sedikitpun pada ayat 11/48, ataupun penjagaan
atas kota Mekkah seperti yang dimaksud ayat 21/71 dan 21/81.
Malah penjagaan atau Barkah yang melingkupi diri Muhammad Saw dalam Asraa itu, ditinjau dari segi bahasa, maka bisa kita samakan keadaannya dengan Barkah yang melingkupi bumi ini seperti tercantum pada surah 7/96.
(Lebih jelas, lihat dalam konteks ayat-ayat aslinya)
Malah penjagaan atau Barkah yang melingkupi diri Muhammad Saw dalam Asraa itu, ditinjau dari segi bahasa, maka bisa kita samakan keadaannya dengan Barkah yang melingkupi bumi ini seperti tercantum pada surah 7/96.
(Lebih jelas, lihat dalam konteks ayat-ayat aslinya)
Kita ketahui
bersama, disekeliling bumi terdapat pembungkus gas yang tipis dan bening yang
kita sebut dengan nama Atmosfir, yang merupakan pelindung guna melindungi
kehidupan terhadap kehampaan angkasa.
Tanpa atmosfir, sinar matahari yang menghanguskan akan membakar semua kehidupan pada siang hari, dan pada malam hari suhu dapat turun jauh dibawah titik beku.
Untuk mengetahui beberapa penjelasan masalah Atmosfir ini, silahkan juga anda mengunjungi Artikel Atmosfir
Tanpa atmosfir, sinar matahari yang menghanguskan akan membakar semua kehidupan pada siang hari, dan pada malam hari suhu dapat turun jauh dibawah titik beku.
Untuk mengetahui beberapa penjelasan masalah Atmosfir ini, silahkan juga anda mengunjungi Artikel Atmosfir
Jadi, Barkah
ini berupakan sesuatu yang melindungi diri Nabi Muhammad Saw hingga beliau tidak
terbentur pada meteorities yang berlayangan diangkasa bebas serta memiliki udara
cukup untuk pernafasan selama berada diruang angkasa bebas. Dan dapat
dimungkinkan perlindungan ini berupa lapisan-lapisan Atmosfir seperti yang
melingkupi bumi atau juga semacam sebuah pesawat ruang angkasa.
Jadi bukanlah
Barkah itu ditentukan untuk Palestina sebagaimana pendapat umum selama ini,
apalagi jika dinisbatkan ke Bait Al-Maqdis atau Masjid Al-Aqsha yang ada di
Palestina sekarang.
Dan bukanlah juga Barkah itu sebagai hewan bersayap yang dikendarai Nabi dalam Asraa itu.
Masalah kendaraan yang bernama Boraq ini akan kita uraikan tersendiri secara terperinci pada pembahasan mengenai Buraq.
Dan bukanlah juga Barkah itu sebagai hewan bersayap yang dikendarai Nabi dalam Asraa itu.
Masalah kendaraan yang bernama Boraq ini akan kita uraikan tersendiri secara terperinci pada pembahasan mengenai Buraq.
Sekarang, mari terus kita lanjutkan pembahasan ayat 17/1 yang
telah banyak kita potong dengan tambahan keterangan-keterangan yang berhubungan
dengannya :
Kami
perlihatkan pertanda-pertanda Kami :
Kami perlihatkan disini dapat kita synonimkan
dengan "Diperlihatkan".
Yaitu, diperlihatkan kepada Muhammad yang mengandung pengertian melihat dengan mata sendiri yaitu mata konkrit bukan dalam mimpi atau ruhnya saja.
Yaitu, diperlihatkan kepada Muhammad yang mengandung pengertian melihat dengan mata sendiri yaitu mata konkrit bukan dalam mimpi atau ruhnya saja.
Dan karena
Muhammad mi'raj dengan tubuh kasarnya, untuk itu diperlukan adanya Barkah, maka
Barkah ini juga membuktikan bahwa Rasulullah itu telah berangkat dari bumi
dengan jasmani dan rohaninya, sebab itu pantaslah dia dapat melakukan
penglihatan dengan kedua matanya yang konkrit.
Dalam
membicarakan masalah Mi'raj pada surah 17 ayat 1 ini, AlQur'an menggunakan
perkataan :
"Linuriyahu min aayatina" yang artinya: "untuk Kami perlihatkan kepadanya tanda-tanda Kami" yaitu tanda-tanda kebesaran Allah (istilah Aayat adalah jamak dari Aayah).
"Linuriyahu min aayatina" yang artinya: "untuk Kami perlihatkan kepadanya tanda-tanda Kami" yaitu tanda-tanda kebesaran Allah (istilah Aayat adalah jamak dari Aayah).
Sementara
didalam surah 52 (An Najm) ayat 18 seperti yang kita singgung pada awal
pembahasan, AlQur'an menggunakan perkataan : "Laqod ro-aa min aayati Robbihi
alkubroo." yang artinya: "Sesungguhnya ia telah melihat sebagian tanda-tanda
Tuhannya yang besar-besar/hebat."
Dalam 17/1
disebutkan "Iraa-ah minallah" (Diperlihatkan oleh Allah), sedangkan didalam
53/18 dikatakan "ra-aa bi nafsihi" (melihat dengan sendirinya).
Mari kita
uraikan :
Aktifitas yang
ada didalam 17/1 adalah "iraa-ah".
Apakah artinya ?
Iraa-ah adalah menjadikan orang yang tidak tahu menjadi tahu, baik dengan merubah sesuatu yang diperlihatkan itu dengan disesuaikannya dengan qanun (ketentuan yang berlaku) bagi orang yang melihatnya atau juga dengan mentransfer atau mengalihkan orang yang melihatnya itu agar ia bisa menembus qanun yang berlaku bagi sesuatu yang hendak dilihatnya itu.
Apakah artinya ?
Iraa-ah adalah menjadikan orang yang tidak tahu menjadi tahu, baik dengan merubah sesuatu yang diperlihatkan itu dengan disesuaikannya dengan qanun (ketentuan yang berlaku) bagi orang yang melihatnya atau juga dengan mentransfer atau mengalihkan orang yang melihatnya itu agar ia bisa menembus qanun yang berlaku bagi sesuatu yang hendak dilihatnya itu.
Kita ambil
contoh tentang mikroskop.
Mikroskop tersebut dipakai untuk melihat sesuatu (benda) yang sangat kecil yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa. Karena kecilnya maka seseorang tidak dapat melihat benda tersebut, tetapi setelah mempergunakan mikroskop lalu ia dapat melihat benda kecil tersebut.
Mikroskop tersebut dipakai untuk melihat sesuatu (benda) yang sangat kecil yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa. Karena kecilnya maka seseorang tidak dapat melihat benda tersebut, tetapi setelah mempergunakan mikroskop lalu ia dapat melihat benda kecil tersebut.
Ini berarti
menjadikan orang yang tadinya tidak tahu, menjadi tahu karena adanya lensa yang
menampakkan benda-benda yang kecil menjadi besar.
Disini benda
kecil itu disesuaikan dengan qanun mata biasa, dimana menurut qanun (ketentuan
yang berlaku) mata biasa manusia hanya dapat melihat benda-benda yang tampak
(besar) saja.
Dengan
demikian maka "iraa-ah" (memperlihatkan/menampakkan) itu dapat dengan mengadakan
perubahan terhadap benda/sesuatu yang dilihatnya itu sesuai dengan qanun orang
yang melihatnya sehingga ia dapat mengetahuinya, atau dengan memberikan sesuatu
alat pada benda yang dilihatnya itu sehingga yang bersangkutan dapat melihatnya.
Dalam 17/1
AlQur'an mempergunakan kata-kata "Linuriyahu" (untuk kami perlihatkan), yaitu
dijadikan oleh Allah bahwa Muhammad dapat melihat sesuatu yang pada asalnya ia
tidak dapat melihatnya dengan sendirinya.
Karena Nabi Muhammad Saw sebelumnya berada dimuka bumi dengan qanun basyariah (manusiawinya) sebagai seorang manusia yang normal, secara otomatis Nabi Muhammad Saw tidak dapat melihat bagaimana keadaan diluar angkasa sana yang juga merupakan salah satu kebesaran Allah.
Karena Nabi Muhammad Saw sebelumnya berada dimuka bumi dengan qanun basyariah (manusiawinya) sebagai seorang manusia yang normal, secara otomatis Nabi Muhammad Saw tidak dapat melihat bagaimana keadaan diluar angkasa sana yang juga merupakan salah satu kebesaran Allah.
Maka kepada
Nabi Muhammad Saw diperlihatkan sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah yang
ada diluar planet bumi ini dengan memperjalankan beliau dengan penjagaan penuh
(yang disebut dengan Barkah atau lafal Qur'annya "Baroqna") ke Muntaha yang
terletak disalah satu galaksi terjauh dari galaksi bima sakti, tempat dimana
dulunya Adam dan istrinya pernah tinggal dan menetap.
Diperlihatkan
kepada Nabi betapa planet bumi yang kita tempati ini terdapat didalam sebuah
tata surya yang bagaikan suatu noktah kecil diantara jutaan milyar tata surya
lainnya yang juga disebut oleh para ahli dengan nama solar system.
Begitulah
perikeadaan Rasulullah Saw dalam peristiwa ardliyah, yaitu peristiwa Isra'
Mi'raj ini.
Tetapi ketika Nabi Saw naik kepada ufuk (tempat) yang lebih tinggi, tepatnya ketika beliau sudah berada di Muntaha, maka terjadilah perubahan pada dzatiyah beliau., seolah-olah beliau telah meninggalkan basyariahnya bertukar dengan dzatiyah malaikat yang bisa melihat segala sesuatu disana dengan sendirinya.
Tetapi ketika Nabi Saw naik kepada ufuk (tempat) yang lebih tinggi, tepatnya ketika beliau sudah berada di Muntaha, maka terjadilah perubahan pada dzatiyah beliau., seolah-olah beliau telah meninggalkan basyariahnya bertukar dengan dzatiyah malaikat yang bisa melihat segala sesuatu disana dengan sendirinya.
Keadaan
semacam itu juga dulunya yang pernah ada pada diri Adam dan istrinya ketika
masih berada di Muntaha sebagaimana yang kita uraikan pada artikel tersebut.
Suatu keadaan dimana Adam dapat melihat para malaikat, para Jin dan termasuk
Iblis.
Makanya untuk
kasus Nabi Muhammad Saw, oleh Qur'an dikatakan : "Laqad ra-aa... (Sungguh ia
telah melihat..).", dan tidak dikatakannya sebagai : "Ara'ainaahu ...(Kami
perlihatkan kepadanya)"
Jadi, pada
masa perjalanan Rasul dari bumi menuju ke Muntaha, ia diperlihatkan oleh
Allah akan sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah yang lainnya didalam
lingkungan semesta, dan begitu ia hampur mendekati tujuan, yaitu Sidratil
Muntaha, Allah berfirman bahwa Muhammad "ra-aa" (melihat dengan sendirinya) ..
seakan-akan Rasulullah Saw dengan qanun basyariah sebelumnya (dari bumi hingga
menjelang tiba) telah mengalami perubahan dimensi, yaitu suatu penyesuaian
terhadap lingkungan barunya sehingga ia bisa menyaksikan peristiwa-peristiwa
yang ada disana (Muntaha) secara langsung.
Kita semua
tahu, bahwa Rasulullah Muhammad Saw adalah juga manusia biasa yang memiliki
keterbatasan didalam segala hal, karena yang tidak terbatas itu hanyalah Allah
Swt semata.
Sebagai
seorang manusia biasa, sebagai keturunan Adam as, keadaan beliau sama seperti
kita.
Untuk itu, Allah telah mengadakan penyesuaian atau membuka Ijab terhadapnya agar dapat memasuki Muntaha yang suci sekaligus menjadikannya kasyaf, melihat tembus segala sesuatunya, termasuk melihat wujud malaikat Jibril dalam rupa aslinya sebagaimana yang dikatakan pada ayat 53:13-14.
Untuk itu, Allah telah mengadakan penyesuaian atau membuka Ijab terhadapnya agar dapat memasuki Muntaha yang suci sekaligus menjadikannya kasyaf, melihat tembus segala sesuatunya, termasuk melihat wujud malaikat Jibril dalam rupa aslinya sebagaimana yang dikatakan pada ayat 53:13-14.
Dengan kata
lain, Nabi Muhammad dikembalikan kepada fitrah manusia semula, yaitu fitrah awal
yang diberikan kepada Nabi Adam as waktu itu. Keadaan dimana Nabi Muhammad dapat
melihat semua malaikat-malaikat Allah serta dapat bercakap-cakap dengan mereka.
Bahkan, dalam
beberapa hadist yang sampai saat ini masih bisa dikatakan shahih dan diyakini
oleh sebagian besar para ulama menyatakan bahwa Nabi Saw juga telah bertemu
dengan ruh para Nabi terdahulu, seperti Adam, Musa, Ibrahim dan beberapa ruh
Nabi-nabi dan Rasul lainnya, dimana beliau melakukan Shalat sebanyak 2 raka'at,
menurut ketentuan shalat para Nabi itu dulunya, yaitu ruku' dan sujud.
Memang tidak
ada yang tidak mungkin bagi Allah, termasuk masalah pengimaman yang dilakukan
oleh Rasulullah Saw ini terhadap para ruh, sementara beliau sendiri berada dalam
keadaan hidup, jasmani dan ruhaninya, hal ini mengingat bahwa kedudukan Nabi
Muhammad Saw yang mulia disisi Allah sekaligus sebagai penutup dari para Nabi
dan sesuai pula dengan ayat yang menyatakan bahwa orang yang sudah mati itu
tidaklah mati habis begitu saja, namun mereka tetap hidup (dialam penantian).
Dan janganlah
kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan
mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya."(QS. 2:154)
"Janganlah
kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka
itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki."(QS. 3:169)
"Dia
mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang
hidup dan menghidupkan bumi sesudah matinya; Dan seperti itulah kamu akan
dikeluarkan."(QS. 30:19)
"Menciptakan
dan membangkitkan kamu tidak lain hanyalah seperti (menciptakan dan
membangkitkan) satu jiwa saja. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat."(QS.
31:28)
Kemudian,
seperti yang juga banyak kita dapatkan didalam periwayatan hadist, bahwa Nabi
Muhammad selanjutnya di Sidratil Muntaha, menuju suatu tempat agung yang Jibril
sendiri, selama ini sebagai "Tangan Kanan Allah" tidak mampu menembusnya,
(didalam salah satu riwayat dikatakan sebagai tempat lautan cahaya sekaligus
merupakan batas terakhir bagi Jibril menghantarkan Muhammad) dilukiskan dengan
gaya bahasa yang indah oleh Qur'an, seperti yang dikatakan pada ayat ke-16
hingga ayat ke-18 surah 53 :
Ketika Sidrah
diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian
tanda-tanda terbesar dari Tuhannya.(QS. 53:16-18)
Sungguh, suatu
ungkapan teramat sangat yang dicoba dilukiskan dengan kata-kata mengenai
keindahan yang begitu menawan atas apa yang sudah dilihat oleh Nabi Muhammad Saw
pada waktu itu.
Makanya tidak
heran jika akhirnya ulama kembali terpecah dua didalam memahami ayat ini, ada
sebagian mereka mengatakan bahwa Nabi Saw benar-benar telah melihat Tuhan pada
saat itu, namun sebagian lagi menyatakan sebaliknya.
Namun
saya sendiri berpendapat bahwa apa yang telah dilihat oleh Nabi besar Muhammad
Saw ketika itu tidak lain hanyalah tabir atau yang disebut didalam bahasa
Qur'annya dengan hijab sebagaimana keterangan dari Qur'an sendiri
"Dan tidak
bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata kepadanya kecuali dengan ilham
atau di belakang tabir (hijab) atau Dia mengirim utusan (malaikat) lalu dia
mewahyukan dengan seizin-Nya apa-apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha
Tinggi lagi Maha Bijaksana. (QS. 42:51)
Adapun
keindahan dari Hijab atau tabir inilah yang membuat Nabi Muhammad Saw terpesona,
kagum dan beribu perasaan lainnya yang menyelimuti perasaan hatinya, sehingga
pemandangan Rasul yang agung ini tidak berpaling dari apa yang dilihatnya
namun juga Beliau tidak dapat melihat lebih jauh lagi atau melampaui tabir
tersebut, sebab memang hanya sampai disanalah kemampuan mata beliau yang di
izinkan Allah untuk dapat melihat.
Benarlah
kiranya pada ayat yang ke-18, AlQur'an menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw telah
melihat sebagian tanda-tanda yang terbesar dari Tuhannya.
Apa yang sudah dilihat oleh Rasul Saw, adalah suatu karunia yang tidak terhinggakan, melebihi segala-galanya, suatu rahmat dan nikmat yang amat sangat diinginkan oleh Nabi Musa as namun tidak kuasa ia dapati sebagaimana yang disebutkan dalam surah 7 ayat 143.
Apa yang sudah dilihat oleh Rasul Saw, adalah suatu karunia yang tidak terhinggakan, melebihi segala-galanya, suatu rahmat dan nikmat yang amat sangat diinginkan oleh Nabi Musa as namun tidak kuasa ia dapati sebagaimana yang disebutkan dalam surah 7 ayat 143.
Namun karena
yang dilihat oleh Nabi Muhammad Saw waktu itu adalah Hijab yang menutupi Allah,
makanya disebutkan pada ayat 17 dan 18, bahwa ia telah melihat "Sebagian" dari
kekuasaan Tuhan, bukan "Semuanya".
Dalam salah
satu Hadist shahih riwayat Masruq yang dirawikan oleh Bukhari, Muslim dan
Tirmidzi disebutkan :
"Saya pernah
bertanya kepada 'Aisyah r.a. demikian: 'Wahai Ummul Mukminin, benarkah
Nabiyullah Muhammad Saw pernah melihat Tuhannya ?' Beliau menjawab, 'Benar-benar
telah berdiri bulu romaku karena mendengar apa yang engkau katakan itu.
Hati-hatilah engkau dari tiga hal ini; barangsiapa yang memberitahu kepadamu
tentang tiga hal ini, pastlah dia berdusta.
Tetapi,
katanya meneruskan, ia pernah melihat Jibril dalam bentuk aslinya sebanyak dua
kali."
(HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)
(HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)
Sekarang, kita
akan melanjutkan pembahasan dari bagian terakhir ayat 17/1 :
Sesungguhnya Dia maha mendengar lagi maha melihat :
Innahuu Huassami'ul Basyiir, Bahwa Allah, Tuhan yang Maha Esa, senantiasa melihat, mendengar, memperhatikan dan menentukan setiap gerak tindak zahir bathin dari seluruh wujud disemesta raya. Semua itu senantiasa berjalan dengan cara yang wajar melalui garis kausalita.
Innahuu Huassami'ul Basyiir, Bahwa Allah, Tuhan yang Maha Esa, senantiasa melihat, mendengar, memperhatikan dan menentukan setiap gerak tindak zahir bathin dari seluruh wujud disemesta raya. Semua itu senantiasa berjalan dengan cara yang wajar melalui garis kausalita.
Tidak satupun
yang terlepas dari ketentuan Allah walaupun gerak hati dalam dada setiap
diri.
Ayat ini berhubungan erat pula dengan 3 ayat terakhir dari surah ke-2, yaitu ayat 284 hingga 286 yang menurut beberapa hadist diberikan kepada Nabi Saw pada saat beliau menerima perintah shalat langsung dari Allah Swt.
Ayat ini berhubungan erat pula dengan 3 ayat terakhir dari surah ke-2, yaitu ayat 284 hingga 286 yang menurut beberapa hadist diberikan kepada Nabi Saw pada saat beliau menerima perintah shalat langsung dari Allah Swt.
(284)
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu
melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, Allah akan
memeriksa kamu tentang perbuatanmu itu. Dia akan mengampuni siapa yang Ia
kehendaki dan menyiksa siapa yang Ia kehendaki; Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.
(285) Rasul
itu percaya kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, dan orang-orang
yang beriman; tiap-tiap seorang daripada mereka percaya kepada Allah,
malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya dan rasul-rasul-Nya. "Kami tidak
membeda-bedakan antara seorangpun dari rasul-rasulNya", dan mereka berkata:"Kami
dengar dan kami ta'at, Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat
kembali".
(286) Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia akan
mendapat apa yang diusahakannya serta mendapat apa yang dikerjakannya. "Hai
Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami keliru. Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana
Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
pikulkan kepada kami yang tak sanggup kami mengerjakannya. Ampunilah kami,
lindungilah kami dan kasihanilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah
kami terhadap kaum yang kafir". (QS. 2:284-286)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar