Meluruskan Penyimpangan Sejarah Kekhalifahan Khulafa Ar-Rasyidin
SATU
ANALISA TERHADAP HAK KELUARGA NABI SAW
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Qowlul Haqqi Wa Kalamus Shidqu Huwa Warogatul Ichlas Allattamami (Perkataan yang hak dan kalimah yang benar, harus diiringi dengan perbuatan yang benar menuju kesempurnaan kebenaran).Tulisan ini saya turunkan untuk menjadi renungan bagi kita semua, termasuk diri saya sendiri didalam memahami Islam secara utuh dan menghilangkan segala macam khurafat, dengki, takhayul dan hal-hal lainnya yang dapat menyebabkan kehilangan salah satu unsur keseimbangan dari wahyu Allah ini berdasarkan Khofi As Zakiah [hati yang suci] yang amat Khullus [ikhlas] serta dihiasi dengan kebajikan Allat Dawam [yang abadi] lagi disertakan Tahmit [pujian] dan Tamjit Allat Tamami [kebenaran yang sempurna].
Rasul Allah yang mulia, Muhammad Saw
Al-Amin sang Paraclete, Ahmad yang dijanjikan telah dilahirkan pada hari Senin
12 Rabi'ul awal tahun gajah atau bertepatan dengan tahun 570 Masehi dan wafat
pada hari dan tanggal yang sama, hari Senin, 12 Rabi'ul awal tahun 11 hijriah.
Beliau wafat setelah usai menunaikan
tugasnya sebagai utusan Tuhan dan Penutup para Nabi, menanamkan nilai-nilai
ke-Tuhanan, kebenaran dan prinsip hidup kemasyarakatan kepada manusia dialam
semesta selama 20 tahun 2 bulan 22 hari dalam 23 tahun periode keNabiannya
dengan menghitung 3 tahun lamanya Rasul tidak mendapatkan wahyu semenjak ia
dapatkan pertama kalinya di Gua Hira.
Wahyu terakhir dari Allah yang ia terima
berdasarkan catatan sejarah adalah pada tanggal 09 Dzulhijjah, 07 Maret 632
Masehi, saat Nabi sedang berwukuf dipadang 'Arafah bersama-sama kaum Muslimin
melaksanakan Haji Wada' (Haji perpisahan) yaitu Surah Al-Maidah ayat 3.
Pada masa-masa kepemimpinannya, umat
Islam bersatu dalam satu kesatuan yang utuh, tidak ada perpecahan diantara
mereka, semua perselisihan yang terjadi, selalu dikembalikan kepada Allah dan
Rasul-Nya.
Sejarah mencatat bahwa dakwah Islam
sudah mencapai kenegri Tiongkok ketika Nabi Muhammad Saw sendiri masih hidup
(627 M). Adapun yang melakukan penyebaran Islam dinegri tersebut adalah sahabat
Nabi yang bernama Abu Kasbah, sekaligus mendirikan masjid pertama di Kanton.
Pada tahun 632 M, Abu Kasbah kembali
kenegrinya untuk melaporkan keadaan dinegri Tiongkok kepada Nabi Saw, tetapi
kedatangannya ke Madinah ternyata terlambat sebulan dari saat wafatnya Nabi,
selanjutnya Abu Kasbah kembali ke Tiongkok dan meninggal disana.
Seringkali kita memandang sinis kepada
orang yang tidak sependapat dengan diri kita dalam suatu permasalahan, bahkan
tidak jarang kita memperlakukannya bagaikan seorang musuh yang harus dilenyapkan
dari atas dunia, kalau perlu malah mencincang-cincang dahulu tubuhnya sebelum
dibunuh.
Ini adalah suatu tindakan yang anarki,
tidak bermoral dan bahkan sangat bertentangan dengan jiwa-jiwa luhur
Islamiah.
Perhatikanlah firman Allah dibawah
ini :
"Dan janganlah kamu melanggar hak-hak manusia dan janganlah kamu merajalela merusak dibumi."
(Qs. Asy-syuara' 26:183)
"Dan janganlah kamu melanggar hak-hak manusia dan janganlah kamu merajalela merusak dibumi."
(Qs. Asy-syuara' 26:183)
Nabi Muhammad Saw dalam kehidupannya
selaku Rasul telah mengajarkan banyak kepada umatnya, betapa rasa saling
menghargai antar sesama manusia adalah suatu hal yang bersifat
esensial.
Dikala awal wahyu turun kepada beliau
untuk mengajarkannya kepada keluarga yang terdekat, Nabi mendapat kritikan serta
hinaan yang cukup menyakitkan dari pamannya sendiri Abu Lahab.
Tindakan ini terus berlanjut sampai
kepada hinaan phisik yang dilakukan kepada Rasul dengan melemparkan kotoran
kewajah beliau yang mulia, namun semua itu tidak pernah dibalas oleh Rasul
dengan kekerasan melainkan beliau tetap bersabar.
Justru yang menjadi berang akibat
perbuatan Abu Lahab ini adalah paman Nabi yang bernama Hamzah bin Abdul Muthalib
yang akhirnya menyatakan diri selaku pengikut Islam dan menyediakan dirinya
selaku perisai dan benteng utama Rasul dalam menjalankan
dakwahnya
Ketika banyak pengikutnya disiksa secara
kejam dan dibunuh, Nabi Muhammad tetap tidak menyatakan perlawanan phisik
sebagai balasan kepada para musuhnya, malah beliau menyerukan para sahabatnya
untuk melakukan hijrah alias mengungsi ketanah Yatsrib (Madinah sekarang ini)
guna menghindari kontak phisik lebih jauh ditanah airnya Mekkah
al-Mukarromah.
Setelah sekian lamanya penderitaan demi
penderitaan dialami baik secara samar maupun terang-terangan, akhirnya dengan
izin Allah Pencipta alam semesta, Nabi Muhammad Saw melakukan pembalasan didalam
kerangka mempertahankan diri dan keyakinannya.
Saat kota Mekkah berhasil berada dalam
genggaman tangannya tanpa perlawanan, Nabi Muhammad Saw justru menyerukan
persaudaraan dan memberi jaminan keselamatan kepada penduduk kota itu, termasuk
kepada para musuhnya yang dahulu begitu sengit menganiaya dirinya dan para
pengikutnya.
Sewaktu Nabi Muhammad Saw didatangi oleh
para pendeta Nasrani dari Najran beliau melakukan dialog ke-agamaan dengan penuh
persahabatan tanpa ada sedikitpun caci maki keluar, ketika dialog tidak mencapai
jalan keluar, Rasul mengakhirinya dengan cara bijaksana melalui suatu sumpah
suci yang dinisbatkan langsung kepada nama Allah.
Tapi sekarang apa yang bisa kita
follow-up dari keteladanan Rasul yang dijadikan panutan tersebut
?
Satu sama lain kita saling menjatuhkan,
antara Islam dan Kristen saling memaki, bahkan sesama Islam pun saling menyerang
hanya karena satu sudut pandang yang berbeda.
Umumnya kita merasa jengah apabila ada
saudara kita yang berasal dari pengikut Syafe'i, Syi'ah atau juga Ahmadiyah
mengeluarkan argumen-argumen keyakinannya.
Tapi sebenarnya apa yang sudah kita
ketahui tentang mereka ?
Seberapa jauh dan dalam kita mengenal kebenaran yang kita yakini dan apa tolak ukur kita menyatakan bahwa lawan bicara kita tersebut adalah berada dalam posisi yang salah ?
Seberapa jauh dan dalam kita mengenal kebenaran yang kita yakini dan apa tolak ukur kita menyatakan bahwa lawan bicara kita tersebut adalah berada dalam posisi yang salah ?
Bukankah ada kata-kata agung : "Benar
bagi mu belum tentu benar bagi saya."
Misalnya orang cenderung merasa berkobar
egoismenya manakala ada pihak yang membicarakan perihal keluarga Nabi Muhammad
Saw atau yang lebih dikenal dengan nama "Ahlil Bait" dan langsung
menjustifikasinya sebagai seorang penganut Mazhab Syi'ah yang fanatik dengan
segala macam umpatan terhadap para sahabat Rasulullah.
Tidak tahukah anda bahwa mencintai para
Ahli Bait Nabi Muhammad Saw adalah termasuk satu perbuatan yang mulia
?
Islam tidak berdiri dengan tegak seperti
sekarang apabila tidak didukung oleh keluarga Abdul Muthalib dari Bani Hasyim,
ahli Bait Muhammad bin Abdullah.
Sebut saja disini nama-nama seperti Abu
Thalib, salah seorang pembela diri dan kehormatan Rasulullah Saw pada awal
perkembangan Islam, kemudian disusul puteranya Ali bin Abu Thalib, Khadijah
istri Nabi yang melahirkan Fatimah r.a puteri kesayangannya yang dinikahkan
dengan Ali, lalu tokoh Hamzah bin Abdul Muthalib, saudara sesusuan sekaligus
paman Rasulullah yang bergelar Singa Allah dan sebagainya.
Anda tahu, Hasan dan Husien bin Ali bin
Abu Thalib ra adalah dua cucu kesayangan dari Rasulullah Saw, permata hati yang
senantiasa dikasihi tidak hanya oleh Rasul akan tetapi juga oleh para sahabat
utamanya seperti Salman al-Farisi, Umar bin Khatab r.a, Ibn Abbas, Anas bin
Malik, Zaid bin Arqam maupun Abu Bakar ash-Siddiq serta sejumlah besar sahabat
besar lainnya.
Peristiwa yang terjadi antara Khalifah
Abu Bakar dengan Fatimah r.a, beberapa waktu sesudah wafatnya Rasul tidak bisa
kita tinjau dari satu sisi dan mengabaikan sisi yang lainnya, kita semua tahu
siapa Fatimah az-Zahrah ra, menyakitinya sama halnya dengan menyakiti pribadi
Muhammad Saw, duka Fatimah adalah duka Rasulullah.
Beliau termasuk salah satu dari
wanita-wanita mulia yang disebutkan oleh Nabi Saw berada dalam keanggunan
syurga.
Tapi kita juga tahu siapa Khalifah Abu
Bakar, dia termasuk generasi awal yang menegakkan Islam bersama-sama dengan Nabi
Muhammad Saw, merasakan pahit getirnya perjalanan Islam, berdua melakukan
perjalanan dimalam Hijrah bersama sang Nabi, keluar dari kepungan para musuh
yang berusaha membunuh mereka sampai digua Tsur. Satu-satunya pemimpin sholat
seluruh sahabat yang ditunjuk langsung oleh Nabi disaat-saat menjelang
wafatnya.
Adalah lebih bijak apabila apa yang
diminta oleh Fatimah az-Zahrah r.a atas hak tanah fadak kepada Khalifah Abu
Bakar yang diberikan oleh Rasul tidak diketahui oleh Khalifah Abu Bakar yang
juga tidak mau melanggar apa yang sudah ditetapkan oleh Rasul sebelumnya yang
telah diketahuinya secara pasti bahwa Beliau Saw tidak meninggalkan harta apapun
kecuali untuk diserahkan kepada umatnya.
Begitupun pada saat pengangkatan
Khalifah pertama, Ali bin Abu Thalib r.a, secara nasab dengan Rasul memang jauh
lebih berhak dibandingkan dengan siapa saja, termasuk Abu Bakar, Umar maupun
Usman, kecuali bila memang Hamzah bin Abdul Muthalib masih hidup (beliau gugur
sebagai syuhada dalam peperangan Uhud).
Selain kedudukan Ali bin Abu Thalib r.a
yang tinggi disamping Rasul yang menurut sabda Nabi Muhammad Saw sendiri dari
banyak Hadist disebut laksana Harun bagi Musa, beliau juga dapat diterima oleh
suku -suku Arab, seperti Quraisy yang melebihkannya dibandingkan Abdurrahman bin
Auf, Rabi'ah, Mudhar maupun juga oleh suku-suku di Yaman.
Didalam al-Qur'an Surah al-Ahzab (33)
ayat 6 Allah berfirman :
"Nabi itu lebih berhak atas Mukminin daripada diri
mereka sendiri Istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka dan sebagian dari ulul arham
(keluarga Nabi) lebih diutamakan disebagian kitab Allah melebihi Mu'minin dan
Muhajirin Kecuali jika kamu mau berbuat demi kebaikan saudara-saudara kamu
adalah yang demikian itu tertulis dikitab Allah"
(Qs. al-Ahzab 33:6)
(Qs. al-Ahzab 33:6)
Jadi berdasarkan ayat diatas
kita bisa menarik point-point terpenting yaitu :
-
Nabi Muhammad Saw semasa hidupnya jauh memiliki hak atas diri kaum Mu'minin bahkan melebihi hak atas diri mereka sendiri.
-
Semua istri Nabi Saw adalah Ibu kaum Mukminin (Ummul Mu'minin)
-
Sebagian dari keluarga Nabi (ahli bait) memiliki hak yang lebih tinggi dalam penilaian al-Qur'an melebihi hak yang dimiliki oleh kaum Mu'minin Madinah maupun Muhajirin Mekkah, kecuali jika memang ada sesuatu yang bisa dibenarkan untuk kebaikan umat Islam sehingga harus diprioritaskan sehingga untuk sementara hak-hak keluarga Nabi Saw itu bisa ditempatkan pada keprioritasan kedua.
Inilah yang terjadi sebenarnya
pada situasi umat Islam dihari mangkatnya Nabi Muhammad Saw sehingga menyebabkan
Abu Bakar (mertua Rasul dari istrinya 'Aisyah) tampil sebagai seorang penengah
dipentas politik demi menjaga keutuhan persatuan kalangan umat Islam yang mulai
panik kehilangan pemimpinnya, apalagi kala itu Ali bin Abu Thalib r.a sebagai
keluarga paling dekat dengan Nabi Muhammad Saw dan paling berhak atas kedudukan
Khalifah sebagaimana tertuang dalam al-Qur'an ayat al-Ahzab diatas sedang
sibuk-sibuknya mengurus jenasah Rasulullah Saw dikediaman Ummul Mu'minin 'Aisyah
r.a.
Bagaimanapun juga pada akhirnya Menantu
sekaligus keponakan Nabi ini akhirnya mendukung pemerintahan Khalifah Abu Bakar
setelah istrinya Fatimah az-Azzahrah, putri kesayangan Rasulullah Saw wafat
lebih kurang 6 bulan setelah kepergian Nabi Muhammad Saw.
Dia menolak intimidasi dari sekelompok
pihak (salah satunya pimpinan Abu Sofyan) yang ingin agar ia melakukan makar
terhadap pemerintahan yang syah dan memajukan dirinya selaku Khalifah pengganti,
disini Ali bin Abu Thalib memahami benar makna keprioritasan yang ditampilkan
oleh al-Qur'an, bahwa kepentingan yang lebih besar dan menyangkut peri kehidupan
umat Islam seluruhnya harus dikedepankan daripada kepentingan dirinya
sendiri.
Malah sebagai salah satu bentuk dukungan
suami Fatimah ini bagi kekhalifahan Abu Bakar yaitu dengan terlibat sebagai
salah seorang panitia pembukuan al-Qur'an bersama-sama dengan sahabat-sahabat
besar lainnya seperti Zaid Bin Tsabit, Usman Bin Affan dan Ubay Bin
Ka'ab.
Sewaktu Khalifah Abu Bakar wafat, beliau
melimpahkan tugas kekhalifahan kepundak Umar bin Khatab r.a, yang sekaligus juga
mertua Rasulullah Saw dari Ummul Mu'minin Hafshah r.a.
Pada pemerintahan Khalifah Umar bin
Khatab r.a inipun Ali bin Abu Thalib tetap menunjukkan loyalitasnya yang tinggi,
antar keduanya terjalin satu kerja sama yang baik, didalam memecahkan
urusan-urusan pelik, Khalifah Umar bin Khatab senantiasa membicarakan solusinya
dengan para sahabat, termasuk didalamnya Ali Bin Abu Thalib selaku orang yang
paling dekat kekerabatannya dengan Nabi yang menurut salah satu Hadist bahwa
Nabi pernah bersabda Ali bin Abu Thalib sebagai gudang ilmu.
Konflik mulai timbul manakala Khalifah
Umar bin Khatab wafat terbunuh pada suatu subuh disaat beliau menjadi Imam
sholat.
Beliau meninggal dalam umur 64 tahun dan
dikuburkan bersebelahan dengan Abu Bakar dan Rasulullah dibekas rumah Ummul
Mu'minin Aisyah yang sekarang terletak didalam lingkungan masjid Nabawi di Kota
Madinah.
Secara tersirat Khalifah Umar bin Khatab
r.a pernah memberikan referensi kepada umat agar memilih Ali bin Abu Thalib r.a
selaku Khalifah setelah beliau, akan tetapi karena sepengetahuan sang Khalifah
Umar bahwa Rasulullah begitu menjunjung tinggi rasa demokrasi, maka Umar bin
Khatab menyerahkan urusan ke-Khalifahan ini pada suatu panitia yang akan memilih
orang terbaik selaku penggantinya.
Dan ternyata pucuk pimpinan umat Islam
beralih kepada Bani Umayyah, yaitu dengan terangkatnya Usman bin Affan selaku
Khalifah ke-3. Disini trik-trik politik kotor diterapkan oleh sejumlah klan Bani
Umayyah untuk memanfaatkan kedudukan Usman bin Affan didalam mencapai
maksudnya.
Patut di-ingat, pada masa pemerintahan
Usman bin Affan, Khalifah Umar bin Khatab r.a, telah mewariskan puncak kejayaan
Islam, dimana Islam telah menyebar sampai ke Armenia dan Azerbaijan timur serta
Tripoli barat. Dengan demikian Islam sudah tersebar sampai ke Suriah dan
Palestina yang kala itu menjadi bagian kekaisaran Byzantium, terus ke Turki,
Mesir, Iraq, Iran hingga Persia dan menyebrang ke Afrika Utara.
Khalifah Umar Bin Khatab juga yang
membangun Masjidil-Aqsa (637M) dikota Jerusalem yang artinya The City of the
Temple dalam bentuk yang sangat sederhana, terdiri dari empat buah tembok
berbentuk persegi, yang cukup luas untuk menampung 3000 umat untuk melakukan
sholat. Letaknya dipelataran Kuil Raja Herodes (Herod's Temple) yang luas.
Herod's Temple ini juga berada dalam satu area dengan sisa-sisa puing kuil Nabi
Sulaiman as.
Masuknya sejumlah orang dari keluarga
Bani Umayyah kekancah politik dan pemerintahan tidak bisa juga dinisbatkan
sebagai kesalahan utama dari Usman bin Affan.
Kita semua mahfum, bagaimana posisi
Khalifah Usman kala itu, disatu waktu beliau dihadapkan dengan tanggung jawabnya
selaku pemimpin umat dan dilain waktu beliau dihadapkan pada desakan kaum
kerabatnya.
Usman bin Affan juga termasuk salah satu
menantu Nabi Muhammad Saw sebagaimana halnya dengan Ali bin Abu Thalib, Usman
digelari "Zun Nuraini" karena menikahi 2 putri Nabi dari Khadijjah (kakak dari
Fatimah az-Azzahrah) yang bernama Ruqayah dan Ummu Kalsum.
Tentunya bukan tanpa pertimbangan
apabila Rasulullah Saw berani melepaskan kedua putrinya untuk dinikahi oleh
Usman bin Affan, beliau termasuk pemeluk Islam generasi awal disaat-saat pertama
Nabi menyampaikan ajarannya.
Sebagaimana kita tahu, Rasulullah
menikah dengan Khadijjah pada umur 25 tahun dan wafat pada usia 63 tahun. Dari
istrinya ini Rasul memiliki 2 orang anak laki-laki yaitu Qasim dan Abdullah
at-Tahir, ke-2 nya meninggal waktu kecil, selain itu Nabi juga memperoleh 4 anak
perempuan yaitu Zainab, Ummu Kalsum, Ruqayyah dan Fatimah.
Putrinya yang tertua yaitu Zainab
menikah dengan Abul 'Ash Bin At Rabi' Bin Abdi Syams, ibu dari Abul 'Ash ini
adalah saudara perempuan dari Khadijjah dan dari perkawinannya itu Zainab
mendapatkan dua orang anak, yang perempuan bernama Umamah dan yang laki-laki
bernama Ali.
Ketika ayahnya, Muhammad Saw, diangkat
menjadi Nabi dan Rasul, Zainab pun mengajak suaminya itu untuk ikut memeluk
Islam, tapi ditolak olehnya, sementara Zainab sendiri telah beriman mengikuti
sang ayah dan terpaksa berpisah dengan suaminya itu.
Ketika terjadi peperangan Badar, 17
Ramadhan tahun 2 atau 13 Maret 624, Abul 'Ash bersama-sama kaum Musyrikin Mekkah
mengangkat pedang, mengobarkan perlawanan terhadap Nabi Muhammad Saw dan umat
Islam. Namun tidak lama setelah itu, Abul 'Ash memeluk Islam hingga akhir
hayatnya pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar dan kembali melangsungkan
pernikahannya dengan Zainab secara Islam.
Sementara putri Nabi Muhammad yang kedua
yaitu Ruqayah sebelumnya menikah dengan 'Utbah Bin Abu Lahab, begitu pula dengan
putrinya ketiga, Ummu Kalsum, menikah dengan 'Utaibah Bin Abu Lahab, saudara
'Utbah hanya selang beberapa waktu sebelum Muhammad mendapat
wahyu.
Kelak dikemudian hari, dimana Muhammad
Saw telah diangkat menjadi Nabi dan Rasul serta bertugas menyampaikan dakwahnya
kepada manusia, kedua putrinya ini bercerai dengan masing-masing putra Abu Lahab
itu dan menikah dengan Usman Bin Affan yang didahului oleh Ruqayah, meninggal
setelah peperangan Badar usai, dan digantikan oleh Ummu Kalsum, putri Nabi yang
ketiga, sehingga karenanya Usman Bin Affan digelari Zun Nuraini, yaitu yang
memiliki dua cahaya.
Ketika Khalifah Usman terbunuh, Ali bin
Abu Thalib r.a diangkat oleh sejumlah besar para sahabat untuk menggantikan
posisi sebagai Khalifah ke-4, dan ini pada dasarnya cukup membuat klan Bani
Umayyah menjadi kurang senang.
Kita ketahui bersama bahwa Ali bin Abu
Thalib, begitu pula Nabi Muhammad Saw adalah berasal dari klan Bani
Hasyim.
Jauh berabad jarak dari lahirnya
Rasulullah, penguasa kota Mekkah pada waktu itu Qusai memiliki putera bernama
Abdu Manaf yang berputerakan pula dua orang anak laki-laki yang memiliki tabi'at
dan sifat bertolak belakang, yaitu yang tertua adalah Hasyim (yang memiliki
perangai baik) dan kedua bernama Abdu Syams (memiliki sifat lebih condong kepada
keduniaan).
Ketika Abdu Manaf wafat, beliau
menyerahkan pengurusan kota Mekkah dan khususnya penjagaan Baitullah peninggalan
Nabi Ibrahim dan Ismail kepada kedua puteranya itu.
Namun putera dari Abdu Syams yang
bernama Umayyah tidak menyenangi adanya kekuasaan terbagi pada pamannya, Hasyim.
Lalu melalui suatu sidang kekeluargaan, Umayyah mencoba menyingkirkan Hasyim,
akan tetapi hal ini tidak mendapatkan persetujuan dari banyak
pihak.
Akhirnya masalah itu dibawa oleh Umayyah
kehadapan seorang hakim hasil pemilihan bersama dari suku Chuzai't. Sayangnya
hakim tersebut justru memutuskan kebenaran berada dipihak
Hasyim.
Maka jatuhlah keputusan hakim untuk
menempatkan Umayyah keluar dari kota Mekkah selama 20 tahun untuk selanjutnya
dia pergi ketanah Syam.
Inilah awal dari permusuhan klan Bani Umayyah terhadap Bani Hasyim.
Inilah awal dari permusuhan klan Bani Umayyah terhadap Bani Hasyim.
Sampai pada masa Abdul Muthalib, klan
Bani Hasyim masih merupakan penjaga Ka'bah dan pengurus kota Mekkah yang
berlanjut sampai masa kenabian Muhammad Saw yang membuang seluruh berhala yang
ada pada Ka'bah dan mengembalikan ajaran monotheisme Ibrahim as yang dilanjutkan
pula pada pemerintahan Abu Bakar yang disusuli oleh pemerintahan Umar bin Khatab
r.a.
Mungkin demi untuk mempersatukan kembali
persaudaraan Bani Umayyah dan Bani Hasyim ini juga yang melandasi Rasulullah Saw
menikahkan 2 putrinya kepada Usman bin Affan.
Namun dendam rupanya tidak pernah lekang
dari hati manusia-manusia yang hatinya gelap dari cahaya Allah, dan sayang
sekali keadaan ini merasuki sejumlah tokoh-tokoh Bani Umayyah yang baru merasa
mendapatkan celah untuk kembali menyingkirkan klan Bani Hasyim setelah sekian
lama tertahankan.
Dan kini sasarannya adalah para keluarga
utama Nabi Muhammad Saw yang masih bersisa, yaitu Ali bin Abu Thalib dan seluruh
keturunannya.
Maka mulailah semakin dikobarkan rasa
permusuhan dikalangan para sahabat Nabi yang masih hidup, bahkan Khalifah Ali
bin Abu Thalib r.a, pernah difitnah orang sebagai penanggung jawab dari
pembunuhan Khalifah Usman bin Affan.
Situasi politik yang tidak menentu dan
penuh kacau balau membuat Khalifah Ali bin Abu Thalib r.a, memindahkan pusat
pemerintahan dari Madinah kekota Kufah.
Beberapa orang sahabat meminta kepada
Khalifah agar segera menghukum orang-orang yang diduga menjadi pembunuh Khalifah
Usman. Namun permintaan tersebut tidak dapat dikabulkan oleh Khalifah Ali karena
belum jelas siapa oknum sebenarnya yang telah melakukan pembunuhan
tersebut.
Hal tersebut membuat kecewa Thalhah dan
Zubayr, r.a, sehingga mereka membujuk Ummul-Mu'minin 'Aisyah r.a, untuk
mengangkat senjata kepada Khalifah dan menarik kembali pernyataan Bai'at mereka
kepadanya.
Ibnu Al-Asir mencatat sejumlah delapan
belas orang yang enggan berba'iat diantara mereka terdapat Sa'ad Bin Abi Waqqas
yang pada masanya menjadi penakluk Parsi, Ibnu 'Umar, Usamah dan Zaid Bin Tsabit
(Beliau bersama Thalhah Bin Abdullah pernah diperintahkan oleh Rasulullah Saw
untuk memata-matai gerakan musuh)
Itulah perang Jamal atau perang Onta,
dalam bulan Jumadil Akhir tahun 36 H. -disebut demikian karena 'Aisyah memimpin
pasukan dari punggung onta. Atas perlawanan para sahabat dan Mertua tirinya itu,
Khalifah Ali Bin Abu Thalib semula tidak melakukan tindakan represif melainkan
mengirimkan utusan (yaitu Qa'qa bin Amr r.a) kepada istri Nabi tersebut untuk
mencari jalan damai. Utusan Khalifah tersebut disambut oleh Thalhah dan Zubayr
yang tetap menginginkan Khalifah melakukan tindakan tegas terhadap oknum
pembunuhan Khalifah Usman.
Setelah usaha perdamaian itu gagal,
Khalifah Ali terpaksa mengadakan perlawanan terhadap para sahabat dan istri
Rasulullah itu yang berakhir dengan kekalahan dipihak pasukan Ummul Mu'minin
'Aisyah ra,
Dan dengan kearifannya Khalifah Ali
mengamanatkan pasukannya agar menghormati Ummul-Mu'minin itu dan
mengembalikannya ke Madinah dengan penuh penghormatan dan perlindungan
sebagaimana mereka menghargai dan melindungi Nabi sebelum itu.
Khalifah Ali bin Abu Thalib telah
membersihkan atau mengembalikan nama baik Ummul Mu'minin 'Aisyah dari
kesalahannya memimpin perang terhadapnya selaku Khalifah.
Perbuatan A'isyah r.a ini sebenarnya
telah melanggar dari ketentuan yang diatur Allah dalam al-Qur'an sendiri, bahkan
semenjak Rasulullah Saw masih hidup saja, 'Aisyah dan istri-istri Rasul yang
lainnya pernah mendapatkan teguran dari Allah.
"Wahai Nabi, kabarkanlah
kepada istri-istrimu:
'Jika kamu menginginkan
kehidupan yang rendah dan perhiasannya, maka biarkan aku memberi bekal kepada kamu dan menceraikan kamu
baik-baik.
Tapi Jika kamu condong
kepada Allah dan Rasul-Nya serta kampung akhirat, maka Allah telah menyediakan
bagi perempuan-perempuan yang berbuat baik dari antarakamu, ganjaran yang
besar.
Wahai Istri-istri Nabi,
barangsiapa dari kamu berbuat kejahatan yang nyata, akan digandakan azab baginya dua kali, dan
adalah yang demikian itu mudah bagi Allah.
Namun siapa diantara
kamu yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta beramal saleh, niscaya akan Kami beri ia dua kali ganjaran
dan Kami siapkan kemuliaan untuknya.
Wahai Istri-istri Nabi,
kedudukan kamu tidak sama dengan seorangpun dari perempuan lain.
Jika kamu berbakti,
janganlah kamu bersifat lemah melalui perkataan sebab hal ini akan menaruh harapan orang
yang dihatinya ada penyakit ucapkanlah perkataan yang sopan
Hendaklah kamu berdiam
dirumah-rumah kamu, dan janganlah kamu berhias sebagaimana cara jahiliyah,
dirikanlah sholat dan tunaikan zakat serta taatlah kepada Allah dan
Rasul-Nya;
Sungguh Allah hendak
menghilangkan kekotoran kamu wahai Keluarga Nabi dan akan menyucikanmu
sesuci-sucinya."
(Qur'an Surah al-Ahzab
33:21-25)
Dari ayat diatas telah diberitakan bahwa
istri-istri Nabi diancam untuk diceraikan manakala mereka lebih menghendaki
materi keduniaan daripada kemuliaan akhirat.
Kalimat diceraikan dalam kasus ini
bisa juga kita tafsirkan dengan direndahkan dari kemuliaan yang pernah ia
dapatkan sebelumnya.
Allah bahkan mengancam 2 kali lipat
azabnya bagi istri-istri Nabi yang berbuat jahat secara konkret, sebaliknya
mereka yang tetap dalam istiqomah keimanannya akan diberikan ganjaran 2 kali
lipat.
Para Istri Nabi juga diperingatkan oleh
Allah untuk tidak asal bicara maupun memberikan sikap berlebihan pada orang
lain, sebab itu bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang merasa iri dan munafik,
dan justru inilah yang terjadi pada kasus pemberontakan A'isyah yang dihasut
oleh Thalhah dan Zubair terhadap pemerintahan Khalifah 'Ali bin Abu Thalib, yang
ditinjau dari kekeluargaan adalah menantunya sendiri.
Allah juga melarang bagi Istri-istri
Nabi untuk keluar rumah tanpa adanya keperluan yang mendesak, juga Allah meminta
mereka menjaga pakaian mereka agar tidak memperlihatkan aurat tubuhnya ataupun
kehormatan dirinya sebagai seorang Ibunya kaum Muslimin, sebab inilah kemuliaan
bagi diri mereka dan Allah sangat berkeinginan untuk menyucikan
mereka.
Usai menghadapi perlawanan dari 'Aisyah,
Khalifah Ali bin Abu Thalib dihadapkan terhadap sikap Muawiyah bin Abu Sofyan
yang waktu itu menganggap Khalifah Ali tidak mampu menemukan pembunuhan Khalifah
Usman bin Affan sehingga membuatnya tidak pantas untuk menjadi seorang
Khalifah.
Terjadilah pertempuran phisik antara
pasukan Khalifah Ali bin Abu Thalib sebagai pemerintahan yang syah dengan
pasukan Muawiyah (gubernur Syams) dari klan Bani Umayyah yang hendak melakukan
makar dan telah menobatkan dirinya selaku Khalifah tandingan.
Dalam beberapa pertempuran, pasukan
Khalifah Ali beberapa kali mencapai kemenangan, namun setiap kali pihak Muawiyah
mengajukan usaha perdamaian maka acapkali itu juga Khalifah Ali menerimanya
sebagai seorang yang memang tidak menyenangi pertumpahan
darah.
Akibat dari kesabaran dan mengalah yang
sering diperlihatkan oleh Khalifah Ali ini, sejumlah sahabat menarik dukungan
mereka dan malah berbalik memusuhi pemerintahan Ali bin Abu Thalib tapi juga
memusuhi kelompok Muawiyah yang golongan ini lebih dikenal dengan nama "Chariji"
(Khawarij).
Khalifah 'Ali akhirnya terbunuh dimasjid
Kufah akibat tusukan pedang beracun milik salah seorang dari kelompok Chariji
bernama Abdurahman bin Muljam pada suatu Jum'at pagi dan menghembuskan nafas
terakhirnya pada malam Ahad 21 Ramadhan 40 H.
Sampai sejauh ini, apa yang telah
terjadi dan menimpa diri keluarga terdekat Nabi Muhammad Saw sepeninggal beliau
sebenarnya telah ternubuatkan oleh al-Qur'an sendiri yang justru tidak pernah
disadari oleh umat Islam hakekatnya.
Disurah al-Ahzab ayat 12 -15 Allah
berfirman :
"Ketika mereka datang kepadamu
dari atas dan dari bawahmu, manakala berpaling sudah keobjektifitasan sehingga
sampailah hati itu ketenggorokan dan kamu adakan macam-macam praduga terhadap
Allah, disitulah diuji Mu'minin dan digoncang mereka dengan satu goncangan yang
keras.
Dan tatkala orang-orang munafik
serta orang-orang yang dihatinya ada penyakit berkata : 'Allah dan Rasul-Nya
tidak menjanjikan kepada kita melainkan penipuan' ; ingatlah pula manakala
segolongan dari mereka berseru : 'Wahai penduduk Madinah, tidak ada posisi
bagi kamu, maka ingkarilah'; dan segolongan dari mereka minta diri kepada
Nabi seraya berkata : 'Sungguh rumah-rumah kami kosong'; padahal rumahnya
tidak kosong, mereka tidak bermaksud melainkan untuk lari.
Apabila mereka diserang dari
segala arahnya, lalu mereka diminta mengadakan fitnah, pasti akan mereka
lakukan; dan tidak akan mereka berhenti mengerjakannya kecuali sebentar, padahal
sebelumnya mereka telah berjanji kepada Allah untuk tidak kembali munafik, dan
perjanjian Allah itu akan dituntut." (Qs. al-Ahzab 33:12-15)
Selanjutnya diayat ke -19 Allah juga
menubuatkan :
"Mereka kikir kepada kamu, maka apabila datang
ketakutan, engkau bisa melihat mereka memandangmu dalam keadaan mata beredar
seperti orang yang sekarat, namun bila hilang ketakutannya, mereka akan mencakar
kamu dengan lidah-lidah yang tajam, sementara mereka sendiri sangat tamak
terhadap harta;
Mereka tidak beriman, maka Allah menggugurkan amal-amal
mereka dan adalah yang demikian itu mudah bagi Allah." (Qs. al-Ahzab
33:19)
Jadi tafsirnya, akan ada segolongan dari
umat Islam (yaitu para sahabat Nabi) yang kembali menjadi munafik dan memiliki
rasa kebencian serta irihati kepada Nabi Saw, mereka mencoba untuk mengadakan
makar ditengah-tengah umat, bahkan jika perlu mereka mengadakan fitnah, padahal
sebelumnya mereka pernah berjanji untuk tidak berkhianat kepada ajaran Islam;
orang-orang seperti ini sangat tamak atas harta dan rela menanggalkan
keimanannya yang berakibat gugurnya amaliah mereka selama ini.
Setelah kematian Ali bin Abu Thalib r.a,
Hasan puteranya tertua diangkat oleh sekelompok besar sahabat Nabi selaku
Khalifah pengganti.
Akan tetapi menjadi pemimpin umat
diwaktu Hasan bin Ali saat itu tidaklah sebagaimana Abu Bakar, Umar, Usman
maupun ayahnya Ali bin Abu Thalib menjabat.
Pemerintahan Hasan dihadapkan dengan
prahara yang bertubi-tubi saling menyerang dari berbagai sisinya terutama dari
pihak Muawiyah dan Kaum Khawarij yang jelas-jelas membenci Ali bin Abu Thalib
beserta keturunannya.
Disana-sini Muawiyah terus mengobarkan
semangat permusuhan dengan Ali dan keturunannya, orang dipaksa untuk mencaci
maki keluarga Nabi itu sejahat-jahatnya bahkan termasuk dalam mimbar-mimbar
Jum'at.
Kenyataan ini jelas semakin memperdalam
kehancuran persatuan umat Islam, suatu ironi yang tidak dapat dihindarkan,
betapa dengan susah payah Rasulullah Saw menggalang satu tatanan kehidupan
masyarakat yang madani dengan mengorbankan air mata dan tetesan darah para
syuhada harus hancur dihadapan cucu beliau Saw sendiri.
Akhirnya Khalifah Hasan bin Ali
memutuskan untuk berdamai dengan Muawiyah dan menyerahkan tampuk kekuasaan
Khalifah kepadanya demi untuk menghindarkan jurang yang lebih dalam lagi
dikalangan umat Islam dengan beberapa persyaratan perjanjian.
Beberapa isi dari perjanjian itu adalah
pemerintahan Muawiyah akan menjalankan pemerintahan berdasarkan kitab Allah dan
sunnah Rasul-Nya, menjaga persatuan umat, menyejahterakannya, melindungi
kepentingannya, tidak membalas dendam kepada anak-anak yang orang tuanya gugur
didalam berperang dengan Muawiyah juga tidak mengganggu seluruh keluarga Nabi
Muhammad Saw baik secara terang-terangan maupun tersembunyi dan menghentikan
caci maki terhadap para Ahli Bait ini serta tidak mempergunakan gelar "Amirul
Mukminin" sebagaimana pernah disandang oleh Khalifah Umar bin Khatab dan
Khalifah Ali bin Abu Thalib ra.
Akan tetapi selang beberapa saat sesudah
Muawiyah diakui sebagai Khalifah, dia mulai melanggar isi perjanjian tersebut,
orang-orang yang dianggap mendukung keluarga Nabi diculik dan dibunuh,
perbendaharaan kas baitul mal Kufah disalah gunakan, caci maki terhadap
keturunan Nabi dari Fatimah kembali dibangkitkan malah lebih parah lagi mereka
memaksa orang untuk memutuskan hubungan dengan ahli Bait Nabi.
Tidak hanya sebatas itu, beberapa hukum
agama yang diatur oleh Nabi Muhammad Saw pun dirombak oleh Muawiyah, misalnya
Sholat hari raya mempergunakan azan, khotbah lebih didahulukan daripada sholat,
laki-laki diperbolehkan memakai pakaian sutera dan sebagainya.
Mereka juga membuat
pernyataan-pernyataan yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad Saw dan beberapa
sahabat utama yang sebenarnya tidak pernah ada.
Hal ini membuat prihatin para pendukung
Hasan bin Ali bin Abu Thalib, mereka sepakat untuk kembali menyatakan cucu Nabi
Saw ini selaku seorang Imam atau pemimpin mereka.
Orang-orang ini diantaranya Hajar bin
Adi, Adi bin Hatim, Musayyab bin Nujbah, Malik bin Dhamrah, Basyir al-Hamdan dan
Sulaiman bin Sharat.
Akan tetapi selang tak lama, putera
pertama dari Fatimah az-Azzahrah ini wafat karena diracun, lama masa
pemerintahan Khalifah Hasan ini 6 bulan lebih 1 hari.
Kekejaman klan Bani Umayyah terhadap
Bani Hasyim keturunan Nabi Muhammad Saw terus berlanjut sampai pada masa
pemerintahan Yazid bin Muawiyah bin Abu Sofyan yang melakukan pembantaian
besar-besaran atas diri Husain sekeluarga dan para pengikutnya dipadang Karbala
pada hari Asyura.
Kepala Husain yang mulia telah
dipenggal, wanita dan anak-anak di-injak-injak, wanita hamil serta orang tua pun
tidak luput dari pembunuhan kejam itu.
Seluruh keturunan Nabi Muhammad Saw
melalui Ali bin Abu Thalib terus dicaci maki meskipun tubuh mereka telah
bersimbah darah merah, semerah matahari senja yang meninggalkan cahaya
ke-emasannya untuk berganti pada kegelapan.
Kekejaman Yazid dalam membunuh Husain,
menyembelih anak-anak dan pembantu-pembantunya, begitu pula memberi aib kepada
wanita-wanitanya, ditambah dalam tahun ke-2 memperkosa kota Madinah yang suci
serta membunuh ribuan penduduknya, tidak kurang dari 700 orang dari Muhajirin
dan Anshar sahabat-sahabat besar Nabi yang masih hidup.
Marilah sekarang kita berpikir secara
objektif, apakah perbuatan ini dianggap baik oleh orang yang mengaku mencintai
Nabinya dan senantiasa bersholawat kepada beliau dan keluarganya dalam setiap
sholat ?
Masihkah kita berpikir jahat terhadap
orang yang mencintai dan mengasihi ahli Bait sementara kita sendiri justru
berusaha untuk membela orang-orang yang justru telah secara nyata melakukan
pembasmian terhadap keluarga Nabi Muhammad Saw ?
Permusuhan Muawiyyah bin Abu Sofyan
terhadap Bani Hasyim terus menurun kepada generasi sesudahnya seperti Yazid bin
Muawiyah, Marwan, Abdul Malik dan Walid, barulah pada pemerintahan Khalifah Umar
bin Abdul Aziz keadaan berubah.
Sekalipun Umar bin Abdul Aziz berasal
dari klan Bani Umayyah sebagaimana juga pendahulunya, namun beliau bukan orang
yang zalim, seluruh penghinaan terhadap keluarga Nabi dilarangnya, sebaliknya
beliau membersihkan nama dan sangat menghormati para ahli
Bait.
Sebagai tambahan catatan, dendam lama
antara Bani Umayyah terhadap Bani Hasyim pernah secara nyata dilakukan pada
jaman Nabi Muhammad Saw masih hidup, yaitu manakala Hindun istri Abu Sofyan
(orang tua dari Muawiyah) melakukan permusuhan terhadap Rasul dan bahkan ia juga
yang membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib secara licik dalam peperangan Uhud lalu
tanpa prikemanusiaan mencincang tubuh paman Nabi itu lalu mengunyah hatinya
dimedan perang.
Namun pembalasan apa yang dilakukan oleh
Rasulullah Muhammad Saw ketika berhasil menguasai seluruh kota Mekkah pada hari
Fath Mekkah ?
Seluruh kejahatan Abu Sofyan dan Hindun
justru dimaafkan begitu saja oleh Nabi dan rumah Abu Sofyan dinyatakan sebagai
tempat yang aman bagi semua orang sebagaimana juga Masjidil Haram dinyatakan
bersih dan terjamin keselamatan orang-orang yang berada
disana.
Sungguh bertolak belakang sekali
perlakuan generasi Bani Hasyim dibanding perlakukan Bani Umayyah terhadap
sisa-sisa Bani Hasyim dari keturunan Nabi.
Jika keagungan tujuan, kesempitan sarana
dan hasil yang menakjubkan, adalah tiga kriteria kejeniusan manusia, siapa yang
berani membandingkan manusia yang memiliki kebesaran didalam sejarah modern
dengan Muhammad ?
Orang-orang paling terkenal menciptakan
tentara, hukum dan kekaisaran semata.
Mereka mendirikan apa saja, tidak lebih dari kekuatan material yang acapkali hancur didepan mata mereka sendiri.
Mereka mendirikan apa saja, tidak lebih dari kekuatan material yang acapkali hancur didepan mata mereka sendiri.
Nabi Muhammad Saw, Rasul Allah yang
agung, penutup semua Nabi, tidak hanya menggerakkan bala tentara, rakyat dan
dinasti, mengubah perundang-undangan, kekaisaran. Tetapi juga menggerakkan
jutaan orang bahkan lebih dari itu, dia memindahkan altar-altar, agama-agama,
ide-ide, keyakinan-keyakinan dan jiwa-jiwa.
Berdasarkan sebuah kitab, yang setiap
ayatnya menjadi hukum, dia menciptakan kebangsaan beragama yang membaurkan
bangsa-bangsa dari setiap jenis bahasa dan setiap ras.
Dalam diri Muhammad, dunia telah
menyaksikan fenomena yang paling jarang diatas bumi ini, seorang yang miskin,
berjuang tanpa fasilitas, tidak goyah oleh kerasnya ulah para pendosa.
Dia bukan seorang yang jahat, dia
keturunan baik-baik, keluarganya merupakan keluarga yang terhormat dalam
pandangan penduduk Mekkah kala itu. Namun dia meninggalkan semua kehormatan
tersebut dan lebih memilih untuk berjuang, mengalami sakit dan derita, panasnya
matahari dan dinginnya malam hari ditengah gurun pasir hanya untuk menghambakan
dirinya demi Tuhannya.
Dia lebih baik dari apa yang semestinya terjadi pada seseorang seperti dia.
Dia lebih baik dari apa yang semestinya terjadi pada seseorang seperti dia.
Mereka, para sahabatnya, orang-orang
Arab, yang terlahir bergumul dengannya selama 23 tahun, begitu
menghormatinya.
Padahal mereka itu adalah orang-orang
liar, mudah meledak dan cepat terseret kedalam pertikaian yang sengit. Tanpa
semua ketulusan hati, keberanian yang dahsyat, kebenaran nilai dan kedewasaan,
tak ada orang yang dapat memerintah mereka.
Tetapi mereka mau memanggil Muhammad
sebagai Nabi, sebagai pimpinan, sebagai seorang bapak dan sebagai manusia yang
harus mereka hormati dan mereka patuhi.
Disana Muhammad berdiri bertatap muka
dengan mereka, nyata tidak tersembunyi dalam suatu misteri, ia menjahit jubah
panjangnya dan memperbaiki sepatunya sendiri. Bertempur, menasehati, memerintah
ditengah-tengah mereka, mereka tentu menyaksikan seorang macam apakah Muhammad
itu sebenarnya.
Orang dapat memanggil dirinya dengan
panggilan apa saja, tidak ada kaisar dengan mahkotanya yang dipatuhi secara
ikhlas seperti laki-laki ini, dalam jubah panjangnya yang dijahit
sendiri.
Setelah kota Mekkah jatuh, lebih dari
satu juta mil persegi tanah terletak dibawah telapak kakinya. Penguasa Jazirah
Arabia ini tetap saja menjahit sendiri sepatunya dan pakaian dari bahan yang
kasar, memerah susu kambing, meniup tungku menyalakan api dan mengunjungi
keluarga-keluarga miskin. Seluruh kota Madinah dimana beliau tinggal, berkembang
dengan amat pesat dimasa hidupnya. Dimana-mana ada emas dan perak dengan cukup,
namun dihari-hari kemakmuran tersebut, berminggu-minggu berlalu tanpa api
menyala ditungku raja Arabia ini.
Makanannya kurma dan air
putih.
Keluarganya kelaparan beberapa malam berturut-turut karena mereka tidak mendapatkan sesuatu untuk dimakan dimalam hari. Beliau tidak tidur diatas tempat tidur yang empuk tetapi diatas tikar setelah hari-hari sibuknya yang panjang, menghabiskan sebagian besar malamnya dengan sembahyang, tak jarang hingga mencucurkan air mata sebelum sang Pencipta mengabulkan permohonan beliau akan kekuatan untuk menunaikan tugas-tugasnya sebagai seorang Rasul.
Keluarganya kelaparan beberapa malam berturut-turut karena mereka tidak mendapatkan sesuatu untuk dimakan dimalam hari. Beliau tidak tidur diatas tempat tidur yang empuk tetapi diatas tikar setelah hari-hari sibuknya yang panjang, menghabiskan sebagian besar malamnya dengan sembahyang, tak jarang hingga mencucurkan air mata sebelum sang Pencipta mengabulkan permohonan beliau akan kekuatan untuk menunaikan tugas-tugasnya sebagai seorang Rasul.
Demikianlah kiranya sedikit kalimah yang
bisa saya berikan pada kesempatan kali ini, semoga ada hikmah yang bisa dipetik
darinya.
"Sesungguhnya Allah bermaksud untuk
menghilangkan dosa dari kamu wahai ahli Bait dan menyucikan kamu dengan
sebenarnya."
(Qs. al-Ahzab 33:33)
(Qs. al-Ahzab 33:33)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar